Marak Depopulasi, Kapan Muslim jadi Mayoritas di Eropa?

- Senin, 24 Juni 2024 | 18:30 WIB
Marak Depopulasi, Kapan Muslim jadi Mayoritas di Eropa?

Di Jerman, umat Islam membeli Gereja Johannes di Dortmund dan mengubahnya menjadi Masjid Pusat Dortmund. Sedangkan, di Belanda, Masjid al-Fatih di ibu kota Amsterdam, dibangun di atas reruntuhan sebuah gereja.


Di Prancis, Gereja Dominikan di Lille diubah menjadi masjid, dan di Inggris terdapat hampir dua ribu masjid, yang sebagian besar sebelumnya adalah gereja.


Sebuah penelitian yang dilakukan oleh French Public Opinion Institute menunjukkan bahwa hanya 4,5 persen masyarakat Prancis yang rutin mengunjungi gereja, sementara 515 gereja ditutup di Jerman selama 10 tahun terakhir karena kurangnya minat terhadap gereja.


Salah satu faktor yang memperkuat dominasi Islam di Eropa di masa depan adalah hampir semua anak Muslim menjadi Muslim, tapi hal ini tidak berlaku bagi keluarga Kristen.


Sebuah studi sosial yang dilakukan di Prancis menunjukkan bahwa warisan agama lebih kuat di kalangan umat Islam. Sebanyak 91 persen individu yang tumbuh dalam keluarga Muslim menegaskan afiliasi mereka dengan agama ayah mereka, dibandingkan dengan hanya 67 persen orang Kristen.


Faktor lain yang juga akan menjadi pendorong utama migrasi sebagian besar umat Islam adalah kondisi yang bergejolak dan kondisi ekonomi yang sulit di negara asal mereka. Tidak ada transformasi radikal yang akan terjadi di negara-negara ini yang akan mencapai stabilitas dan kemakmuran sehingga membatasi migrasi penduduknya. Ini berarti Eropa akan terus menarik anak-anak Muslim yang mencari peluang hidup lebih baik.


Salah satu indikator tumbuhnya Islam di Eropa adalah umat Islam telah menjadi kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Contoh terdekatnya adalah kehadiran mereka yang berpengaruh dalam pemilu sela Inggris yang berlangsung pada awal Mei ini. Pemilih Muslim berkontribusi menyeret Partai Konservatif ke kekalahan pemilu terburuknya dalam 40 tahun karena posisinya mendukung agresi Israel di Gaza. Pemilih Muslim juga menghukum Partai Buruh dengan alasan yang sama.


Profesor sosiologi Nilufer Gul dalam bukunya “Islam and Secularism” menyatakan bahwa masa depan Eropa dan demokrasinya bergantung pada kemampuannya mengatasi politik identitas dan masalah yang terkait dengan imigran Muslim.


Ketakutan ini berasal dari fakta meningkatnya kehadiran Islam di Eropa, yang mencerminkan ketakutan dan kepanikan yang melanda Eropa, baik secara resmi maupun populer, terhadap Islam dan umat Islam.


Hal ini mengakibatkan lahirnya banyak undang-undang dan keputusan yang melarang hijab, azan, dan masjid, serta praktik-praktik lain yang membatasi umat Islam, terutama kebebasan beragama mereka, meskipun batasan kebebasan di Eropa sangat tinggi.


Kepanikan terhadap Islam tidak hanya sebatas itu saja, melainkan meluas hingga melarang aktivitas yang bersimpati pada isu-isu Muslim, seperti yang terjadi sejak awal agresi terhadap Gaza, dan mencegah banyak demonstrasi dan aktivitas yang mengecam kejahatan Israel di banyak kota di Eropa. 


Sumber: republika

SEBELUMNYA


Halaman:

Komentar