"Saya, kita, paham sekarang di Tanah Air, jika tidak menjadi perhatian publik, maka keadilan sulit untuk hadir, no viral no justice, maka kita perlu melakukan langkah-langkah pengawalan dengan mengungkapkan ini ke sosial media. Karena apa? Karena jika MK memutuskan untuk kembali ke sistem proporsional terutup, itu artinya MK melanggar prinsip dasar open legal policy. Soal pemilihan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka itu adalah kewenangan pembuat UU, Presiden, DPR, dan DPD, bukan MK," jelasnya.
"Jika MK kembali memutuskan sistem proporsional tertutup, maka ini akan mengganggu proses legislatif yang sudah berjalan, sekarang para bacaleg sudah daftarkan daftar calon sementara, maka jika di tengah jalan ini diubah, maka akan mengganggu parpol karena harus menyusun ulang, dan tidak menutup kemungkinan para caleg mundur karena mereka tidak ada di nomor jadi, nomor jenggot yang mengakar ke atas, bukan nomor di bawah di akar rumput," lanjutnya.
Atas dasar itu lah, Denny menilai perlu adanya langkah-langkah advokasi, pencegahan, dan preemptif atas putusan MK. Dia mengaku khawatir MK dijadikan alat pemenangan Pemilu 2024.
"Karena saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu," imbuhnya.
Lebih jauh, Denny juga mengkaitkan sistem pemilu dengan keputusan MK yang memberikan tambahan jabatan 1 tahun kepada pimpinan KPK. Dia menyebut MK saat ini berpotensi diganggu oleh kepentingan politik.
"Putusan 25 Mei kemarin, memberi pelajaran ketika MK memberikan gratifikasi jabatan 1 tahun kepada pimpinan KPK yang bermasalah secara etika, tidak ada dasar hukum yang kokoh di sana. Pada saat dikatakan supaya independensi KPK makin kuat supaya tidak dipilih Presiden dan DPR yang sama, Jokowi dan DPR, maka sebenarnya diundur ke Pemilu 2024 sekalipun, di bulan Juni, yang bentuk pansel adalah Presiden Jokowi, yang akan melakukan fit and proper test juga DPR periode sekarang," tegasnya.
"Maka langkah yang tidak ada yuridis konstitusional itu menunjukkan ada kepentingan-kepentingan politik yang menginfiltrasi kepada MK. Karena itu kita harus membantu menyelamatkan MK dengan mengingatkan jangan masuk ke wilayah sistem pemilu yang merupakan open legal policy yang merupakan kewenangan Presiden, DPR dan DPD dalam proses legislasi parlemen," tutur dia. [IndonesiaToday/detik]
Sumber: news.detik.com
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Respons Keras Said Didu saat Prabowo Sebut Bertanggung Jawab atas Whoosh: Presiden Cabut Taring Purbaya!
AHY Pastikan APBN Bakal Ikut Menanggung Utang Whoosh
Siap Tanggung, Prabowo Minta Jalur Whoosh Dilanjut hingga Banyuwangi Jawa Timur
Ahmad Sahroni Cerita Jatuh dari Plafon Saat Rumahnya Dijarah