Bahkan, Menteri Hanif Faisol juga memastikan 18 kerja sama operasional (KSO) yang bermitra dengan PTPN I Regional 2 akan diperiksa secara ketat.
Jika terbukti menyalahi aturan, maka sanksi tegas berupa penyegelan atau pencabutan izin operasional akan diterapkan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, tindakan hukum terhadap pelanggaran ini akan dilakukan secara konsisten.
Ia juga menyoroti banyaknya kesalahan dalam penggunaan lahan dan pengaturan ketinggian bangunan yang tidak sesuai ketentuan.
"Sebagian besar pelanggaran ini disebabkan penggunaan lahan yang melebihi ketentuan dan kesalahan dalam pengaturan ketinggian dan ini sangat merugikan lingkungan kita," kata Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi menyatakan, pembongkaran bangunan yang tidak sesuai aturan akan segera dilakukan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk mengembalikan kawasan Puncak Bogor ke fungsi awalnya sebagai kawasan hijau dan kebun teh yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Mulai hari ini, kawasan yang terlanjur dibangun tidak sesuai aturan akan dibongkar dan mengembalikan kawasan ini menjadi kebun teh yang hijau dan bermanfaat untuk masyarakat," tegas Dedi Mulyadi.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, serta sektor swasta dalam menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan Puncak Bogor.
Pakar Perencanaan Wilayah IPB bicara alasan Puncak banjir
Banjir bandang yang terjadi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (2/3/2025) membuka mata publik akan kerusakan lingkungan di hulu daerah aliran Sungai Ciliwung.
Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB University, Prof Baba Barus, mengatakan bencana ini menunjukkan bahwa ada yang tidak tepat dengan penataan ruang ruang di kawasan Puncak.
“Perencanaan alokasi ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan berpotensi menimbulkan kebencanaan,” kata Baba dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).
Ia menambahkan perencanaan yang baik pun tidak akan efektif jika pemanfaatan ruang tidak mengindahkan karakter daya dukung lingkungan.
Hal ini dapat memicu dampak negatif seperti banjir dan longsor, seperti yang terjadi minggu lalu.
“Kemunculan banjir di daerah Puncak sudah berulang. Hal ini diduga karena banyaknya daerah resapan yang terganggu, sehingga aliran permukaan air menjadi sangat tinggi,” ujar Baba.
Dosen Fakultas Pertanian IPB University ini mengungkapkan secara alami Puncak bukan daerah rawan banjir karena daerah berlereng.
"Kejadian banjir mungkin terjadi di daerah yang berdrainase buruk, cekungan terbatas, atau terkena banjir bandang di pinggir atau belokan sungai, atau di daerah yang terjadi perubahan kemiringan tajam” imbuh Baba.
Sementara untuk kejadian longsor, Baba menilai hal itu wajar karena di daerah Puncak banyak lokasi yang berpotensi longsor.
"Daerah sempadan sungai atau daerah berlereng terjal lainnya memang rawan bencana," jelasnya.
Baba menyoroti perubahan lanskap di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, yang secara faktual dimanfaatkan untuk hutan, kebun teh, dan permukiman.
Namun, pemanfaatannya kemudian berubah sejalan dengan perubahan perencanaan tata ruang di Jawa Barat.
“Idealnya, pemanfaatan ruang harus sesuai dengan perencanaan tata ruang tata wilayah,” tegasnya.
Ia juga melihat lemahnya pengawasan pemanfaatan ruang di wilayah Puncak.
Secara aturan, sebenarnya sudah ada pengalokasian permukiman, tetapi dalam praktiknya terjadi penyimpangan. Banyak terjadi perubahan pemanfaatan dalam kurun waktu tertentu hingga saat ini.
“Lokasi yang tidak sesuai peruntukan atau kemungkinan tidak sesuai daya dukung untuk pemukiman seharusnya tidak diizinkan jadi permukiman. Penggunaan citra satelit atau drone sangat mudah untuk memantau penyimpangan ini,” tegasnya.
Baba menekankan pentingnya perencanaan tata ruang yang detail dan didukung data akurat sehingga akan ada konsekuensi jika terjadi pengaturan kembali ruang.
Karena itu, ia menandaskan perlunya pendekatan secara bertahap dan spesifik.
Terkait pengaturan kembali, IPB University pernah dan berhasil mengajak para petani hortikultura di Desa Cibulao, yang sebelumnya menggunakan kawasan hutan lindung dan sempadan sungai untuk beralih menjadi petani kopi di lokasi yang sama.
“Proses ini tentu membutuhkan waktu,” paparnya.
Ia menyarankan agar pemerintah daerah memanfaatkan data yang ada, seperti peta bahaya, kerentanan, dan risiko, yang umumnya sudah ada di lembaga kompeten untuk langkah pencegahan.
"Data tersebut saat ini mesti dicek dan didetailkan kembali sebagai pijakan dalam menyusun langkah-langkah penting.
Untuk keperluan operasional pencegahan, daerah berisiko banjir atau longsor harus dipantau secara sistematis, terutama di musim hujan.
"Di era digital, model deteksi dini berbasis spasial seharusnya bisa dikembangkan. Tentu dukungan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan aparatnya juga harus diberikan,” tandasnya.
Sebagai informasi, bencana banjir babdang di kawasan Puncak pada Minggu ?2/3/2025) menyebabkan satu irang meninggal dunia.
Tak hanya utu, banyak rumah, jalan dan jembatan rusak hingga warga kehilangan harta benda.
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 346 orang terpaksa mengungsi akibat banjir tersebut
Sumber: Wartakota
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Jokowi dan Budi Arie, Dua Orang Paling Ruwet
Begini Tanggapan Ignasius Jonan Soal Utang Whoosh usai Temui Prabowo
Budi Arie Bantah Projo Singkatan Pro Jokowi, Jejak Digital 2018 Justru Dia Jelas-jelas Ngomong Gitu
Presiden Prabowo Panggil Eks Menhub Ignasius Jonan ke Istana, Bahas Polemik Whoosh?