NARASIBARU.COM - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Hanura Serfasius Serbaya Manek mengkritik keras langkah Menteri BUMN Erick Thohir mendatangi KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membahas penerapan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (UU BUMN). Serfasius khawatir pertemuan Erick Thohir, KPK dan Kejagung merupakan kompromi penerapan Pasal 9G UU BUMN bahwa direksi, komisaris dan pengawas BUMN bukan lagi penyelenggara negara, ehingga tidak bisa ditindak jika diduga melakukan tindak pidana korupsi.
"Saya mengkritik KPK dan Kejagung yang seakan berkompromi dengan Menteri BUMN terkait penerapan Pasal 9G Undang-undang Nomor 1 tahun 2025 yang mana norma itu berbunyi bahwa direksi dan komisaris bukan lagi penyelenggara negara. Ini sebuah kekeliruan di dalam penerapan hukum dalam perspektif hukum publik," ujar Serfasius kepada wartawan, Selasa, 6 Mei 2025.
Serfasius yang juga merupakan mahasiswa S3 Ilmu Hukum UPH, mengingatkan KPK dan Kejagung bahwa sejumlah Undang-undang di luar UU BUMN, masih mengatur kewenangan KPK untuk menindak pegawai BUMN yang diduga terlibat korupsi. Dia mencontohkan UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Lalu, UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 2 huruf g tentang Keuangan negara; UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN; dan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.
Begitu juga, kata Serfasius, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48 dan Nomor 62 Tahun 2013 juga sudah mengatur bahwa kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan jadi penyertaan modal untuk BUMN tetap menjadi bagian rezim keuangan negara.
"Artinya saat ini UU KPK, UU Tipikor, UU Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN, UU BPK, termasuk putusan MK, selagi normanya belum diubah maka mereka punya kewenangan yang bersifat mandatori untuk melakukan fungsi penegakan hukum di setiap BUMN tak terkecuali Danantara. Karena meskipun norma di UU BUMN sudah berubah tetapi kan dalam perspektif hukum publik belum diubah," kata Serfasius.
Karena itu, kata Serfasius, merupakan suatu kekeliruan ketika Menteri BUMN Erick Thohir menyambangi Kejaksaan Agung dan KPK untuk melakukan koordinasi penerapan UU BUMN. Bahkan, Serfasius mencurigai Menteri BUMN, KPK dan Kejagung berkompromi untuk melanggar aturan.
"Ketika Menteri BUMN Erick Thohir menyambangi Kejaksaan Agung dan KPK untuk melakukan koordinasi, itu adalah sebuah kekeliruan. Dan patut dilihat sebagai sebuah kompromi untuk melanggar aturan. Kalau memang demikian, maka sebaiknya harmonisasi semua undang-undang terkait sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan disharmoni norma," imbuh Serfasius.
Lebih lanjut, Serfasius menilai langkah Erick Thohir bisa berdampak negatif untuk Presiden Prabowo Subianto yang sudah dengan tegas akan memberantas korupsi. Termasuk, kata dia, bisa memicu opini publik seakan pemerintahan Presiden Prabowo suka menabrak aturan yang masih berlaku.
"KPK dan Kejagung seharusnya dan sepatutnya tidak menerima menteri BUMN yang diduga berkordinasi tentang aturan terkait. Ingat KPK, Kejagung dan Menteri BUMN tidak memiliki kewenangan legislasi, maka, biar ada kepastian hukum perlu dilakukan harmonisasi norma hukum agar tidak terjadi disharmoni yang memicu ketidakpastian hukum," imbuhnya.
Sumber: viva
Artikel Terkait
Jonathan Frizzy Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka Peredaran Vape Etomidate, Kok Bisa?
Pria di Gowa Rekam Ibu Mertua Saat Ganti Baju, Videonya Dijual Dijadikan Konten Porno
Anggota DPR Alamuddin Dimyati Rois Meninggal Dunia Akibat Tabrakan di Tol Pemalang-Batang
Prabowo Anggap 200 Orang Keracunan MBG Angka Kecil