NARASIBARU.COM - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani membuktinya ijazah doktoralnya asli dan ditunjukkan ke publik setelah sempat dituding memakai ijazah palsu.
Usai menunjukkan ijazahnya itu, Arsul Sani tidak akan melaporkan balik sejumlah pihak dengan tudingan pencemaran nama baik.
"Enggak, saya enggak. Kalau MK kan tidak bisa," kata Arsul dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Arsul Sani sadar dengan statusnya, di mana MK selaku lembaga negara tidak boleh melakukan pelaporan atas dugaan pencemaran nama baik.
"MK sudah memutuskan sendiri bahwa lembaga negara itu kan tidak boleh melaporkan pencemaran nama baik, itu sudah diputuskan sendiri oleh MK," tuturnya.
"Saya pun bagian dari MK, jadi tidak patut untuk melakukan itu," tuturnya.
Ia juga menegaskan jika pejabat publik dikritisi, harus disikapi dengan bijak.
"Jadi saya tidak akan melapor balik," tuturnya.
Sikap Arsul Sani ini berbeda dengan Joko Widodo (Jokowi) soal menyikapi tudingan ijazah palsu ini.
Jokowi dan relawannya melaporkan sejumlah orang terkait tudingan ijazah palsu.
Pada Kamis (11/11/2025), Roy Suryo bersama Ahli digital forensik Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma atau dokter Tifa, telah dipanggil Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu tersebut.
Dalam kasus ini, mereka ditetapkan tersangka karena diduga berupaya menghapus atau menyembunyikan informasi maupun dokumen elektronik, serta memanipulasi dokumen agar tampak asli.
Saat pemeriksaan, penyidik mengajukan 134 pertanyaan terhadap Roy Suryo, 157 pertanyaan terhadap Rismon, dan 86 pertanyaan terhadap dokter Tifa.
Setelah pemeriksaan selama sembilan jam lamanya, Roy Suryo Cs dibolehkan pulang oleh penyidik atau tidak ditahan.
Eks Menteri Pendidikan dan Olahraga (Menpora) itu pun mengucapkan terima kasih.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Iman Imanuddin, menjelaskan alasan pihaknya tidak menahan Roy Suryo Cs karena menjunjung tinggi asas-asas dalam undang-undang yang mengatur di dalam proses pemeriksaan dari ketiga tersangka.
Selain itu, Kombes Iman menyebut, alasan ketiga tersangka tidak ditahan karena mereka mengajukan ahli dan saksi yang meringankan.
Diberitakan, Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hendak melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri terkait dugaan penggunaan ijazah doktor palsu pada Jumat (14/11/2025).
Namun, laporan tersebut belum langsung diterima karena penyidik meminta pelapor kembali datang pada Senin (17/11/2025).
Koordinator Aliansi, Betran Sulani, menjelaskan pihaknya telah berdiskusi panjang dengan penyidik saat mendatangi Bareskrim pada Jumat, tetapi nomor laporan polisi (LP) belum diterbitkan.
"Prinsipnya mereka terima, namun belum diterbitkan nomor LP-nya dan diminta untuk balik lagi di hari Senin besok. Kemarin sudah banyak hal yang didiskusikan,” kata Betran kepada Kompas.com, Minggu (16/11/2025).
Ia menambahkan bahwa pihaknya juga berencana mendatangi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menyampaikan laporan serupa.
Tunjukkan Ijazah Aslinya
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani akhirnya menunjukkan ijazah doktoralnya ke hadapan publik dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Arsul juga menunjukkan transkrip nilai hingga foto kelulusannya. Semua yang ia tunjukkan bukan salinan, merupakan dokumen asli.
Arsul juga bercerita disertasi yang ia tulis untuk memperoleh gelar doktoralnya.
“Saya menulis disertasi yang berjudul ‘Reexamining The Considerations of National Security Interest and Human Rights Protection in Counterterrorism Legal Policy: A Case Study on Indonesia with Focus on Post-Bali Bombings Development. Disertasinya ada ini,” ujar Arsul dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (17/11/2025).
Arsul menjelaskan, gelar doktor ini ia dapatkan dari Collegium Humanum atau Warsawa Management University. Institusi ini merupakan sebuah universitas swasta di Polandia.
Pengambilan S3 ini dilakukan sekitar tahun 2020. Saat itu, Arsul tidak bisa mengikuti perkuliahan di kampus karena sedang terjadi pandemi global Covid-19.
Sementara, sebagian kredit perkuliahan sudah didapatkan oleh Arsul dari proses pendidikannya yang sebelumnya.
Arsul mengatakan, sebenarnya, sejak tahun 2011 ia sudah berupaya untuk mengambil dan menyelesaikan pendidikan jenjang doktoral. Saat itu, ia mengambil kuliah di Glasgow Caledonian University (GCU).
Namun, karena sejumlah kesibukan, pembelajaran di universitas di Skotlandia ini tidak selesai hingga batas maksimalnya di tahun 2017/2018.
Baca juga: Hakim MK Arsul Sani Diduga Pakai Ijazah Palsu, MKMK Segera Umumkan Hasil Pendalaman ke Publik
Meski tidak berhasil mendapatkan gelar doktor, Arsul tetap menerima gelar Master karena telah menyelesaikan sejumlah studi dan mendapatkan kredit yang dibutuhkan.
Adapun, pada tahun 2020 Arsul melanjutkan studinya secara online dan akhirnya mengikuti wisuda secara offline pada tahun 2023.
“Baru pada bulan Maret 2023, kira-kira bulan Februarinya, saya diberitahu bahwa akan ada wisuda doktoral di Warsawa sana, di gedung yang jaraknya tidak jauh dari kampus,” lanjut Arsul.
Dalam konferensi pers, Arsul juga menunjukkan sejumlah foto wisudanya yang dihadiri oleh sang istri serta Duta Besar Indonesia untuk Polandia saat itu, Anita Lidya Luhulima.
Arsul mengatakan, saat itu ia juga langsung meminta legalisasi ijazah karena harus segera pulang ke Indonesia.
“Di sana diberikan ijazah asli itu. Kemudian, setelah selesai wisuda karena saya dalam 2-3 hari itu mau balik ke Indonesia, maka ijazah itu saya copy, malah dibantu copy oleh KBRI dan kemudian saya legalisasi. Ini asli dari KBRI dari Warsawa,” kata Arsul.
Ramai Ijazah Palsu setelah Keluarnya Putusan MK terkait Rangkap Jabatan Polisi Aktif
Isu ijazah palsu Asrul ini ramai, setelah MK memutuskan bahwa Kapolri tidak dapat lagi menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri justru menimbulkan ketidakjelasan norma.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” ujar Ridwan.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.
Sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Artikel Terkait
Kepuasan Publik ke Presiden Tinggi, Hashim Yakin Prabowo Terpilih Lagi pada 2029
Panja RUU KUHAP Dilaporkan ke MKD, Ini Sebabnya
Ketua Sidang KIP Semprot KPU Surakarta soal Pemusnahan Salinan Berkas Jokowi
KPU Surakarta Akui Arsip Dokumen Jokowi saat Nyalon Jadi Wali Kota Sudah Dimusnahkan