Rocky Gerung Dipolisikan, Aktivis: Gejala Orde Baru di Pemerintahan Jokowi

- Jumat, 04 Agustus 2023 | 13:30 WIB
Rocky Gerung Dipolisikan, Aktivis: Gejala Orde Baru di Pemerintahan Jokowi

NARASIBARU.COM - Aktivis HAM dan demokrasi, Asfinawati, menilai gejala 'Orde Baru' terlihat pada pemerintahan Presiden Joko Widodo menyusul pelaporan Rocky Gerung ke polisi yang dilayangkan organisasi relawan Jokowi hingga Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan terkait pernyataannya yang dianggap menghina presiden. 


Mereka mengadukan akademisi UI itu ke Bareskrim Polri dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok tertentu berdasarkan SARA. 


Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan ucapan Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi baj**gan tolol tidak bisa dikatakan sebagai kritik. 


"Sudah seharusnya dia diberikan 'pelajaran' atas nama rakyat atau negara," ujar Ngabalin kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/08).


Menanggapi laporan ini, Rocky Gerung menyebut hal itu sah-sah saja karena hak konstitusional warga negara. 


Siapa saja yang melaporkan Rocky Gerung?


Sejak video Rocky Gerung yang mengkritik kebijakan Presiden Jokowi terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur viral di media sosial, setidaknya ada lima laporan yang masuk ke kepolisian. 


Pertama diajukan relawan Jokowi yang menamakan diri Relawan Indonesia Bersatu. Ketua umumnya, Lisman Hasibuan, berkata pihaknya melaporkan Rocky Gerung dan Refly Harun karena disebut akademisi UI ini telah membuat gaduh dan keresahan jelang Pemilu 2024. 


Ia menyebut pernyataan Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi bajingan berbahaya sehingga harus dipertanggung jawabkan, katanya seperti dilansir CNN Indonesia.com.


Kepada Polda Metro Jaya, dia turut menyerahkan barang bukti berupa satu diska lepas yang berisi dua video.

Laporan berikutnya berasal dari politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, ke Polda Metro Jaya pada Selasa (01/08) atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi. 


Ketiga datang dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP ke Bareskrim Polri pada Rabu (02/08). 


Tim Hukum DPP PDIP, Johannes Oberlin Tobing, mengatakan langkah ini ditempuh karena Rocky Gerung dianggap sudah melakukan tindak pidana fitnah dan ujaran kebencian bermuatan SARA terhadap Presiden Jokowi. 


Setidaknya ada tiga hal yang dipermasalahkan Tim Hukum DPP atas perkataan pendiri Partai SRI tersebut. Satu di antaranya adalah narasi soal Presiden Jokowi ke China untuk 'menawarkan' IKN.


"Ini dalam tendensi menawarkan, menawarkan ini kapasitas Bapak Presiden berkunjung ke sana dalam tugas negara," ujarnya.


Pelapor keempat berasal dari advokat David Tobing yang menggugat Rocky Gerung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 


Menurut dia, perkataan Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi sebagai baji**an tolol, tidak hanya merusak harkat dan martabat Presiden tetapi juga seluruh bangsa Indonesia.


Selain itu, klaim David, mencederai citra bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah tamah, menjunjung tinggi nilai budaya, kesopanan, dan kesusilaan. 


Di dalam gugatannya dia meminta hakim untuk "menghukum Rocky Gerung untuk tidak berbicara di berbagai acara baik onsite maupun online seumur hidup".


Terakhir, laporan dari organisasi sayap PDIP, Relawan Perjuangan Demokrasi atau Repdem.


Pasal apa yang digunakan?


Semua laporan terhadap Rocky Gerung itu menggunakan pasal Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. 


Lalu, Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.


Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)"


Pasal 156KUHP berbunyi: "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."


Pasal 160 KUHP berbunyi: "Barangsiapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda."


Tapi tak cuma langkah hukum yang ditempuh para relawan, politisi, dan partai PDIP. Relawan Jokowi lainnya, Barikade 98, menyebut bakal mengerahkan 10.000 relawan untuk menggelar aksi demonstrasi pada 10 Agustus mendatang.


Tujuannya menuntut Rocky Gerung ditangkap. 


"Yang dilakukan Rocky Gerung ini memantik kegaduhan. Sekarang mana yang waras? Kami menyikap Rocky Gerung dengan proses hukum daripada cara barbar, geruduk, kekerasan," ujar Ketua Barikade 98, Fahmi Ramdhani. 


"Untuk kali ini Rocky Gerung kena batunya. Saya yakin dia akan diproses hukum," sambungnya. 


Membungkam pengkritik 'gejala Orde Baru' 


Aktivis HAM dan demokrasi, Asfinawati, menyebut pasal yang dipakai untuk menjerat Rocky Gerung "ngaco" karena sengaja 'dicari-cari' demi bisa memenjarakan pengkritik.


Sebab pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian, implementasinya seringkali bermasalah karena muatannya yang multitafsir. 


Dalam beberapa kasus yang berjalan di kepolisian, pasal ini justru menjadi alat kriminalisasi untuk menindak warga yang bersikap berseberangan atau melontarkan kritikan ke pejabat. 


Catatan Amnesty, sejak Januari 2019 hingga Mei 2022 terdapat setidaknya 332 orang menjadi korban penyalahgunaan pasal bermasalah di UU ITE. 



Halaman:

Komentar