"Bahwa Walikota Solo telah berhasil membuat Kota Solo semakin maju dalam hal pariwisata. Dinas Pariwisata Solo mencatat jumlah wisatawan meningkat tiga kali lipat, dalam hal ini pembangunan destinasi yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga peningkatan pariwisata domestik maupun mancanegara yang naik sebesar 5 persen dari tahun ke tahun," paparnya.
Bukti klaim kesuksesan Gibran sebagai Walikota Solo yang dipaparkan tersebut, diperkuat Almas dengan menyajikan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai perekonomian Surakarta berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp 55.964,8 miliar atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp 38.475,9 miliar.
Dari data tersebut, Almas juga memaparkan dampaknya terhadap perekonomian Surakarta pada tahun 2022 tumbuh positif sebesar 6,25 persen atau lebih tinggi dari capaian tahun 2021 yang tumbuh 4,01 persen.
Sementara dari sisi produksi, Almas mendapati BPS mencatat pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan yaitu sebesar Rp 131,39 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, kenaikan tertinggi dicatat oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani rumah tangga yaitu sebesar 5,85 persen.
"Secara struktur, Lapangan Usaha Konstruksi mendominasi struktur ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2022 dengan kontribusi sebesar 25,94 persen, sedangkan dari sisi pengeluaran didominasi oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 64,29 persen," jelasnya.
"Bahwa hal tersebut lah yang membuat Pemohon kagum dengan sosok Walikota Surakarta yang bisa membuat pencapaian kota berukuran kurang lebih 44 km itu bersanding dengan ibu kota provinsi seperti Semarang dan Yogyakarta, dan bahkan Gibran Rakabuming yang masih berusia 35 tahun sudah bisa membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejuruan, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat," demikian Almas memuja muji Gibran.
Gugatan baru diajukan Bulan Agustus
Gugatan perkara pengujian norma batas usia minimum capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diajukan Almas, ternyata terbilang singkat diuji oleh MK, jika dibandingkan dengan 3 perkara lain yang pokok permohonannya hampir serupa tetapi ditolak oleh Mahkamah.
Sebut saja Perkara Nomor 29/PPU-XXI/2023 dengan pemohon Dedek Prayudi yang mewakili Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, melayangkan permohonan gugatan ke MK pada 9 Maret 2023.
Selain itu, jika dibandingkan dengan perkara yang diajukan elite Partai Garuda yaitu sang ketua umum Ahmad Ridha Sabana dan Yohanna Murtika, gugatan Almas juga terbilang belakangan. Karena, gugatan yang diregistrasi dengan nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda dilayangkan pada 2 Mei 2023.
Sementara, gugatan 5 kepala daerah yang di antaranya Erman Safar menjabat Walikota Bukittinggi periode 2021-2024; Pandu Kesuma Dewangsa menjabat Wakil Bupati Lampung Selatan; Emil Dardak menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur; Ahmad Muhdlor menjabat Bupati Sidoarjo; dan Muhammad Albarraa menjabat Wakil Bupati Mojokerto, diajukan lebih awal dari gugatan Almas, yaitu 5 Mei 2023.
Almas sendiri, tercatat mengajukan gugatan pada 3 Agustus 2023, yang artinya terlambat sekitar 3 hingga 5 bulan dari perkara yang diajukan PSI, Partai Garuda, dan juga 5 kepala daerah.
Namun, MK justru mengabulkan permohonan Almas ketimbang permohonan PSI, Partai Garuda dan juga 5 kepala daerah, dengan menyatakan dalil permohonan mahasiswa UNSA yang ternyata putra kandung dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman itu beralasan menurut hukum.
Ibarat membuat martabak, MK hanya butuh sekejap mengubah norma dalam sebuah UU untuk bisa segera diterapkan dalam pelaksanaan Pilpres 2024, yang tahapan awalnya akan dilakukan pendaftaran capres-cawapres pada 3 hari ke depan, atau pada Kamis, 19 Oktober 2023.
Terbukti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan memastikan norma teknis yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) 19/2023 tentang Pencalonan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilakukan penyesuaian, dalam arti dilakukan revisi dari semula hanya memuat syarat 40 tahun menjadi ditambahkan frasa pengecualian.
Frasa pengecualian dimaksud, dituangkan MK dalam amar putusannya yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara di Ruang Sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin sore (16/10), adalah sebagai berikut: Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Jadi, apakah putusan MK ini merupakan Putusan "Martabak Solo"?
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Prabowo Ambil Alih Tanggung Jawab Whoosh? Tunggu Dulu! Puan Mau Bongkar-bongkaran soal Keputusan di Era Jokowi
Respons Keras Said Didu saat Prabowo Sebut Bertanggung Jawab atas Whoosh: Presiden Cabut Taring Purbaya!
Prof Henri Balik Badan Kritik Jokowi: Anaknya Belum Siap, Direkayasa Dipaksakan jadi Wapres
Saut Situmorang: Luhut jadi Dewa Penyelesaian Kebusukan Whoosh