NARASIBARU.COM - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu, mengatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagai keputusan kaum tirani untuk melanggengkan kekuasaan. Putusan itu mengatur batas usia calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun. MK mengabulkan putusan itu dengan menambah klausa "pernah menjabat kepala daerah".
"Ini bukan urusan menang-kalah, tetapi putusan MK adalah putusan kaum tirani yang ingin merasakan kelanggengan kekuasaan tadi," kata Masinton dalam diskusi Total Politik di Jalan Wr. Jati Timur Raya, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Ahad, 29 Oktober 2023.
Anggota Komisi III DPR ini menilai keputusan MK, yang dipimpin Anwar Usman itu bukan keputusan secara konstitusional. Tetapi keputusan yang dijalankan oleh kekuasaan kaum tirani yang menggunakan tangan kanan Mahkamah Konstitusi.
Bahaya dari keputusan yang diputuskan pada 16 Oktober 2023 itu, kata dia, berdampak kepada publik yang kehilangan kepastian dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 sebagai jalan demokrasi. "Tirani itu orang yang memaksakan kehendaknya," ujar Masinton.
Salah satu yang dipersoalkan dalam putusan itu adalah potensi konflik kepentingan. Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi kini diperiksa Majelis Kehormatan Mahkamah Konsititusi atau MKMK. Putusan itu membuat Gibran melenggang bebas menjadi cawapres Prabowo.
Adanya keputusan yang dianggap memberi karpet merah terhadap pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto, kata dia, hanya akan terlihat sebagai ajang ritual dan formal, yang sekadar menjalankan proses demokrasi.
Menurut Masinton, jika sekadar ajang menjalankan demokrasi melalui pemilihan umum, masa Orde Baru juga melaksanakan pemilihan umum. "Tapi kita tahu, Orde Baru menyelenggarakan pemilu dengan cara-cara curang. Curangnya di mana? Menggunakan instrumen kekuasaan," ujar dia.
Masinton menambahkan, proses keputusan yang diputuskan tidak berdiri sendiri. Masinton tidak merincikan penjelasan tudingannya bahwa MK mengambil keputusan atas "dorongan orang luar". Menurut dia, keputusan itu pengkhianatan terhadap mandat Reformasi 1998. "Gamblang itu," ujar dia.
Artikel Terkait
Prabowo Ambil Alih Tanggung Jawab Whoosh? Tunggu Dulu! Puan Mau Bongkar-bongkaran soal Keputusan di Era Jokowi
Respons Keras Said Didu saat Prabowo Sebut Bertanggung Jawab atas Whoosh: Presiden Cabut Taring Purbaya!
Prof Henri Balik Badan Kritik Jokowi: Anaknya Belum Siap, Direkayasa Dipaksakan jadi Wapres
Saut Situmorang: Luhut jadi Dewa Penyelesaian Kebusukan Whoosh