PN Sleman Gelar Sidang Ijazah Jokowi, UGM Bawa Dokumen Lengkap, Ini Analisa Pengamat BRIN!

- Kamis, 22 Mei 2025 | 15:50 WIB
PN Sleman Gelar Sidang Ijazah Jokowi, UGM Bawa Dokumen Lengkap, Ini Analisa Pengamat BRIN!




NARASIBARU.COM - Kasus ijazah mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi berlanjut, hari ini Kamis (22/5/2025) Pengadilan Negeri (PN) Sleman menggelar sidang perdana gugatan perdata.


Gugatan perdata ini diajukan oleh Ir Komarudin terhadap sejumlah pejabat di Universitas Gadjah Mada (UGM), termasuk Rektor dan para Wakil Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan, serta individu bernama Ir Kasmudjo.


Nilai gugatan perdata dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN Smn ini luar biasa besar, yakni Rp 69 triliun.


Terkait gugatan perdata ini, UGM menyatakan kesiapan penuh menghadapi proses hukum tersebut.


Agenda utama sidang hari ini adalah mediasi antara penggugat dan para tergugat.


Majelis hakim yang menangani perkara ini dipimpin oleh Hakim Ketua Cahyono.


Sementara itu, UGM menyatakan telah menyiapkan dokumen lengkap dan menunjuk kuasa hukum untuk hadir dalam persidangan.


"UGM patuh pada proses hukum yang sedang berjalan dan kami siap hadir serta menyerahkan seluruh dokumen yang dibutuhkan," ujar Sekretaris UGM, Andi Sandi, dikutip dari Tribunnews.com.


Menurut dia, sidang pertama akan difokuskan pada pemeriksaan administratif dan membuka ruang mediasi apabila semua pihak hadir.


Sementara itu, Wakil Ketua PN Sleman, Agung Nugroho, mengatakan bahwa forum mediasi akan langsung dibuka oleh majelis hakim jika penggugat dan tergugat hadir lengkap.


"Namun, jika salah satu pihak absen, sidang akan ditunda dan dilakukan pemanggilan ulang," ujarnya.


Gugatan ini pertama kali didaftarkan pada 5 Mei 2025. 


Majelis hakim telah memerintahkan juru sita untuk melakukan pemanggilan, termasuk pemanggilan umum terhadap Ir Kasmudjo yang alamatnya belum diketahui hingga kini.


Sementara itu, peneliti senior riset dan politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi, banyak aspek yang menyebabkan munculnya hal itu.


Di antaranya, kata dia, bisa jadi mereka yang kerap menyoroti aspek administrasi (pendidikan) ini sebagai celah rawan untuk menggerus warisan kebijakan Jokowi. 


"Fragmentasi sosial dan politik dalam negara demokrasi wajar terjadi, termasuk dalam hal ini isu (keabsahan) ijazah Pak Jokowi. Ada kelompok yang barangkali selalu memperhatikan aspek administrasi yang kebetulan bisa jadi dianggap celah. Ada pula kelompok yang tidak mengedepankan aspek itu, dan yang terpenting adalah kinerja, pengalaman dan integritasnya saat menjadi pemimpin nasional," ulas Syafuan yang menjadi salah satu penanggap dalam kegiatan "Survei Nasional CISA: Pandangan Publik Terhadap Isu Ijazah Palsu Pak Jokowi" yang digelar di Jakarta pada Rabu (21/5/2025).


Dalam kesempatan itu,  Center for Indonesia Strategic Actions (CISA) memperlihatkan survei mayoritas publik meyakini bahwa isu ijazah Jokowi adalah permainan politik lawan politik.


Dari survei tercatat sebanyak 89.87 persen persen responden menilai bahwa isu ini sangat mungkin sengaja disebarkan (dikapitalisasi) untuk kepentingan politik tertentu yang bisa jadi lawan politik Jokowi. 


Syaufan mengatakan  dari riset CISA ini bisa jadi melihat rekam jejak Jokowi bisa jadi jauh lebih penting dari urusan administratif akademik itu.


Ia menuturkan bisa jadi dari pengalaman, pengalaman, kesabaran, dan arah kebijakan itu bisa saja jauh lebih penting. 


"Kita lihat, bagaimana Pak Jokowi begitu sabar saat menjabat Walikota Solo, ketika merelokasi pedagang kaki lima, kinerjanya selama menjabat gubernur Jakarta dan puncak karirnya menjadi presiden," ulas Syafuan yang menjadi pembahas survei itu. 


Dalam fragmentasi itu, menurut dia, akan ada saja kelompok yang kerap menyoroti kelemahan siapa pun pemimpin nomor satu di republik ini.


"Nah bisa jadi kelompok yang selalu mengkritisi hal ini, tidak menyukai warisan kebijakan Pak Jokowi," ungkapnya. 


Dari survei CISA itu, sebanyak 51.35 persen responden sangat percaya, dan 25.35 %  responden cukup percaya terhadap klarifikasi yang diberikan oleh Jokowi.


Tren serupa dari riset itu, juga terlihat dari persepsi responden terhadap klarifikasi dari pihak UGM. Sebanyak, 47.35 %  responden sangat percaya, 25.76 %  cukup percaya dengan klarifikasi yang telah disampaikan oleh UGM. 


CISA juga menggali tentang persepsi publik seberapa tepat langkah Jokowi menempuh proses hukum untuk memulihkan reputasinya terkait terpaan isu ijazah ini.


Lebih lanjut, Herry mengatakan bahwa, dari data survei 29.60 %  responden menilai cukup tepat, 21.10 %  menilainya tepat, dan 6.7 %  responden menilainya sangat tepat.


Sedangkan, 18.5 %  persen responden menilainya kurang tepat, dan 15.5 %  menilainya tidak tepat. 


Untuk diketahui, survei nasional ini diselenggarakan mulai 09 Mei dan berakhir pada 15 Mei 2025.


Survei ini bermaksud menggali pandangan publik tentang isu ijazah Jokowi.


Publik yang dimaksud dalam survei ini adalah masyarakat di atas 17 tahun atau yang sudah memiliki hak pilih terutama para ahli hukum, akademisi, praktisi/ pengamat pendidikan, peneliti, aktivis LSM/ NGO, mahasiswa, dan politisi yang secara sadar dan aktif mengikuti isu-isu (dinamika) politik juga hukum. 


Metode survei yang digunakan wawancara tatap muka menggunakan whatsapp, zoom, dan google meet.


Pengambilan sampel Purposive ini adalah metode sampling dimana responden yang terpilih dan diambil sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian.


Berdasarkan teknik sampling tersebut, jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 950 responden.


Margin of error dari ukuran  sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan  95% . 



Sumber: Tribun

Komentar