"Pajak dan Iuran itu maknanya sudah berbeda jauh. Dan didalam UU penerbangan sendiri tidak ada terminologi iuran pariwisata. Pemerintah jangan konyol karena ini jelas berpotensi melanggar UU," kata Sigit.
Di sisi lain, Sigit mengingatkan bahwa penetapan tarif tiket pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana diatur UU Penerbangan.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi tahunan pada tahun 2023 yang tergolong rendah disebabkan penurunan komponen inflasi inti yang menunjukan adanya pelemahan daya beli masyarakat.
Selain 4 komponen penentu tadi, penetapan tarif pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat, sesuai dalam penjelasan pasal 126 ayat (3) UU penerbangan. Dari data BPS tentang inflasi tahun lalu, dapat disimpulkan bahwa daya beli masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
"Di sisi lain, setiap penumpang pesawat sudah dikenakan passenger service charge (PSC) kalau dipaksa lagi mau menarik iuran pariwisata, itu sama saja penumpang dikenakan tambahan biaya double. Dan tidak semua penumpang naik pesawat untuk keperluan wisata," ujar Sigit
Sumber: Tribunnews
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Mulai 1 Februari 2025, Elpiji 3 kg Tak Lagi Dijual di Pengecer
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Prihatin Soal Konflik PKB vs PBNU, Komunitas Ulama dan Nahdliyin Keluarkan 9 Rekomendasi
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!