Rakyat Desak KPK Bernyali: Tangkap & Adili Jokowi Beserta Keluarga dan Kroninya!

- Jumat, 03 Oktober 2025 | 02:05 WIB
Rakyat Desak KPK Bernyali: Tangkap & Adili Jokowi Beserta Keluarga dan Kroninya!


Rakyat Desak KPK Bernyali: Tangkap & Adili Jokowi Beserta Keluarga dan Kroninya!


Rakyat jengah. Mual dan muntah melihat kelakuan aparat penegak hukum. Tebang pilih dan pilih tebang. Keluarga Jokowi sang koruptor kelas dunia versi OCCRP tidak tersentuh hukum.


Isu-isu sederet dugaan korupsi yang menyeret nama Jokowi sudah terjadi sejak Jokowi menjabat sebagai Walikota Solo hingga menjadi Presiden ke-7.


Ketika menjadi Walikota Solo, Jokowi diduga terseret kasus korupsi dana pendidikan dan penjualan Hotel Muliawan yang merupakan aset Pemerintah Kota Solo.


Sedangkan saat Jokowi menjabat Gubernur DKI Jakarta, nama Jokowi disebut-sebut dalam pusaran dugaan skandal duplikasi data dalam program Kartu Jakarta Pintar dan dan pengadaan bus Transjakarta.


Lebih parah lagi dugaan skandal korupsi ketika menjabat Presiden ke-7. 


Tidak salah bila OCCRP menempatkan Jokowi sebagai runner up pemimpin paling korup di dunia bersama Presiden Suriah terguling, Bashar al-Asad,


Diantaranya mega skandal korupsi yang diduga melibatkan Jokowi adalah; mega skandal korupsi di Pertamina senilai Rp 1.000 triliun. 


Juga dugaan korupsi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, utang siluman dalam kurun 2015 sampai 2023 senilai Rp 773 triliun yang tidak masuk APBN dan tidak melalui persetujuan DPR.


Lebih parah lagi korupsi Jokowi teryata juga melibatkan keluarganya. 


Menantu Jokowi, Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu disebut namanya dalam skandal korupsi Blok Medan.


Mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba mengungkapkan adanya dugaan permainan tambang nikel milik putri Jokowi, Kahiyang Ayu dan menantunya, Bobby Nasution di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.


Bukan hanya nama Kahiyang Ayu yang terseret dalam dugaan korupsi. Anak haram konstitusi yang saat ini menjabat RI-2 bersama adiknya Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep.


Kakak beradik ini pernah disebut-sebut dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 


PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan serta sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. 


Aneh bin ajaibnya Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan sebesar Rp 78 miliar.


Hingga hari ini aparat penegak hukum khususnya KPK menutup rapat-rapat dugaan korupsi Jokowi, anak dan menantunya. 


Belum apa-apa KPK sudah menutup kasus dugaan korupsi yang sedang menjadi perbincangan publik.


Sementara KPK dan aparat penegak hukum lainnya bertindak cepat dan tangkap ketika dugaan korupsi yang melibatkan lawan politik Jokowi.


Perlakuan tebang pilih dan pilih tebang KPK dan aparat penegak hukum lainnya berpotensi memicu kemarahan rakyat seperti di Nepal. 


Bisa-bisa gedung KPK dan gedung aparat penegak hukum lainnya dibakar rakyat bila KPK dan aparat penegak hukum lainnya terus menerus mempertontonkan perlakuan istimewa terhadap Jokowi dan keluarganya.


Said Didu, Napoleon Bonaparte, hingga Fachrul Razi Geruduk KPK, Singgung Dinasti Politik Jokowi




Sejumlah aktivis nasional mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (2/10). 


Mereka menyuarakan agar Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) diadili karena dituding terlibat berbagai kasus korupsi.


Dalam aksi unjuk rasa itu terlihat sejumlah aktivis diantaranya Said Didu, Irjen (Purn) Napoleon Bonaparte, Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi, hingga Marwan Batubara


Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, melakukan orasi unjuk rasa di atas mobil komando yang mengarah ke Gedung KPK. 


Said Didu menyinggung dinasti politik Jokowi, yang kini menyuarakan agar mendukung Prabowo-Gibran kembali maju pada Pilpres 2029.


"Ini menurut saya keluarga ini sudah keterlaluan. Karena menganggap negara ini punya dia," kata Said Didu saat berorasi di depan Gedung Merah Putih KPK.


Ia tidak menginginkan, keluarga Jokowi secara terus-menerus menjadi pejabat, apalagi bisa menjadi kepala pemerintahan.


"Kami tidak rela Joko Widodo seakan-akan pemilik Indonesia. Karena kami tidak tahu sejarah keluarga itu," tegas Said Didu.


Ia meminta masyarakat untuk tinggal diam. Menurutnya, rakyat Indonesia sudah 10 tahun diinjak-injak oleh Jokowi.


"Jadi masa kita semua bukti masih diam," cetusnya.


Sementara, Irjen (Purn) Napoleon Bonaparte turut menyampaikan orasi dari atas mobil komando. Ia mengingatkan KPK untuk tidak tebang pilih dalam menangani setiap kasus praktik korupsi.


"Tidak tebang pilih dalam menangani kasus-kasus korupsi yang Anda tangani. Anda dimonitor oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia," tegasnya.


Sebagai seorang yang pernah berkarier di institusi Polri, lanjut Napoleon, dirinya menyuarakan bubarkan parcok dan reformasi Polri. 


Ia menyayangkan, Polri kini disematkan dengan istilah parcok.


"Saya pribadi sedih mendengar istilah parcok. Tidak rela mendengar istilah parcok. Saya yakin Anda juga tidak pernah rela disebut parcok. Karena di mata saya Anda semua adalah Polri. Bubarkan parcok, selamatkan Polri," imbuh Napoleon dengan nada menggebu-gebu.


Korupsi Jokowi (OCCRP) Harus Dituntaskan KPK




Spanduk tangkap dan adili Joko Widodo alias Jokowi terpampang di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).


Ada juga spanduk bertuliskan "Korupsi Jokowi (OCCRP) Harus Dituntaskan KPK".


Pantauan Monitorindonesia.com, ratusan aparat kepolisian bersiaga di sekitar area Gedung Merah Putih KPK. 


Siang tadi, sejumlah orang sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK. 


Mereka memasang spanduk di sekitar KPK, seperti di Jalur Penyeberangan Orang (JPO), maupun memasang spanduk di atas mobil komando.


"Tangkap dan Adili Jokowi. Biang dari Semua Korupsi," tulisan spanduk yang ada di mobil komando.


"Tangkap dan Adili Jokowi. Makzulkan Gibran," tulisan spanduk yang ada di JPO depan KPK. Spanduk ini atas nama Forum Purnawirawan Prajurit TNI.


[DOC]


Sumber: Tempo

Komentar