NARASIBARU.COM - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, anggota DPR hidup terlalu enak karena menikmati uang pensiun seumur hidup.
Padahal, bisa saja anggota DPR itu hanya menjabat satu periode atau selama lima tahun.
"Masa cuma menjabat lima tahun, seorang anggota diberikan pensiun seumur hidup. Bayangkan kalau seseorang yang menjabat itu selesai di usia 25 tahun. Enak benar dia sejak usia belia sudah dikasih jatah pensiun, walaupun setelah tak lagi menjadi anggota DPR, dia bekerja aktif di tempat lain," kata Lucius, kepada Kompas.com, Rabu (1/10/2025).
Lucius pun mengapresiasi langkah warga yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal uang pensiun seumur hidup anggota DPR.
Menurut dia, ada banyak hal terkait tunjangan pensiun anggota DPR yang nampaknya mencederai rasa keadilan masyarakat.
Lucius mengingatkan, aturan seperti UU dibuat untuk memastikan terciptanya keadilan di tengah masyarakat.
Jika masyarakat merasa aturan tertentu mengganggu rasa keadilan itu, maka sudah seharusnya aturan tersebut dievaluasi.
"Dasar hukum terkait dana pensiun anggota DPR adalah UU produk rezim Orde Baru (UU 12 Tahun 1980). Dari sisi waktu berlakunya, UU ini sudah sangat layak diubah karena ada banyak perkembangan yang perlu disesuaikan. Aneh saja DPR melupakan UU ini untuk direvisi. Giliran UU lain saja, belum setahun dibikin, DPR sudah merevisinya lagi (UU IKN, UU BUMN)," ujar dia.
"Selain itu, dasar pemberian uang pensiun anggota DPR sekalipun hanya menjabat satu periode, dianggap tidak relevan dan tidak adil oleh publik," sambung Lucius.
Lucius mengatakan, uang pensiun seharusnya diberikan kepada orang yang secara usia memang sudah tak mampu lagi bekerja.
Dia menyebut, para anggota DPR biasanya masih dalam kondisi segar-segar.
"Yang hanya karena gagal memenangi pemilu selanjutnya, masa secara otomatis mendapatkan dana pensiun walaupun usia masih sangat muda? Belum lagi kalau bicara terkait kinerja anggota DPR yang sampai sekarang sulit dikatakan layak diganjar apresiasi. Bagaimana bisa kinerja anggota DPR yang buruk tetap diapresiasi melalui dana pensiun ini?" tukas dia.
Dengan demikian, Lucius menekankan, pemberian uang pensiun bagi anggota DPR harus dievaluasi karena tidak relevan, tidak masuk akal, dan tidak pantas.
Terlebih lagi jika melihat isu keterbatasan anggaran pemerintah saat ini.
"Kita jadi sadar bahwa keterbatasan anggaran untuk program pemerintah salah satunya karena pemborosan anggaran untuk hal yang tidak tepat, seperti dana pensiun untuk anggota DPR ini. Jadi sudah tepat jika dievaluasi untuk dihapus," imbuh Lucius.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mencoret DPR RI dari penerima pensiun dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Uji materi dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 yang diregistrasi pada 30 September 2025 itu dilayangkan oleh seorang psikiater bernama Lita Linggayani dan mahasiswa Syamsul Jahidin.
Dalam gugatannya itu, Lita mengaku tidak rela pajak yang dia bayar digunakan untuk memberikan uang pensiun sepanjang seumur hidup anggota DPR RI yang hanya bekerja selama lima tahun.
"Bahwa, di samping kedudukannya sebagai warga negara, Pemohon I yang juga berprofesi sebagai akademisi/praktisi/pengamat kebijakan publik dan juga pembayar pajak, tidak rela pajaknya digunakan untuk membayar anggota DPR RI yang hanya menempati jabatan selama lima tahun mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup dan dapat diwariskan," tulis permohonan tersebut, dikutip dari laman MK, Rabu (1/10/2025).
Atas dasar tersebut, MK diminta mencoret DPR RI dari lembaga tinggi negara yang mendapatkan hak pensiun.
Misalnya, dalam Pasal 1 Huruf A UU 12 Tahun 1980 hanya memuat lembaga tinggi negara yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).
Kemudian, Pasal 1 Huruf F menjelaskan bahwa anggota lembaga tinggi negara adalah anggota DPA, BPK, dan Hakim MA.
Terakhir, Pasal 12 ayat 1 mencoret anggota DPR RI dari kategori pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang mendapatkan pensiun.
Dalam gugatan ini, pemohon juga membandingkan status hak keuangan anggota DPR dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, India, dan Australia.
Anggota Kongres Amerika Serikat disebut membatasi minimal klaim pada usia 62 tahun dan besaran dihitung dari rata-rata gaji selama masa jabatan.
"Tidak ada pensiun seumur hidup otomatis jika hanya menjabat sebentar," tulis permohonan tersebut.
Sedangkan Australia dan Inggris hampir sama, menggunakan sistem tabungan pensiun biasa layaknya pekerja.
Hanya India yang cukup mirip, mendapatkan pensiun tetap seumur hidup meski hanya menjabat satu periode.
Sumber: kompas
Artikel Terkait
Bjorka Akhirnya Ditangkap, Profilnya Bikin Syok! Publik: Yakin Ini yang Getarkan Istana?
Salinan Ijazah Jokowi dari KPU Sama Persis dengan Punya Roy Suryo
Ashanty Dilaporkan Mantan Karyawan, Diduga Dalangi Perampasan Aset
Viral Pasutri Open BO di Rumah: Istri Layani Pelanggan di Kamar, Suami Mengasuh Anak di Ruang Tamu