Aqua: Dari Saham Tertutup ke Kontroversi Sumber Air

- Kamis, 23 Oktober 2025 | 17:50 WIB
Aqua: Dari Saham Tertutup ke Kontroversi Sumber Air


Belakangan publik digemparkan oleh berita yang mempertanyakan klaim sumber air Aqua, perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama di Indonesia. Isu ini mencuat setelah adanya inspeksi mendadak yang menyoroti bahwa air baku yang digunakan oleh pabrik Aqua, berasal dari sumur bor bukan mata air permukaan yang mengalir alami. 

Perdebatan ini menjadi sorotan, mengingat citra air mineral pegunungan murni yang selama ini melekat erat pada merek tersebut.

Dalam laman resminya yang dikutip Kamis 23 Oktober 2025, pihak Danone-Aqua telah memberikan klarifikasi bahwa air Aqua berasal dari akuifer dalam di sistem hidrogeologi pegunungan. Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi. Air tersebut berasal dari 19 sumber air pegunungan yang terlindungi dan dipilih melalui kajian ilmiah ketat antara lain geologi dan hidrogeologi.  Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, serta minimal 1 tahun penelitian.

Kontroversi mengenai sumber air Aqua merujuk kembali pada perjalanan panjang perusahaan ini. Aqua didirikan pada tahun 1973 oleh Tirto Utomo dengan nama PT Golden Mississippi. Pabrik pertamanya di Pondok Ungu, Bekasi. Aqua merilis produk pertamanya dalam kemasan botol kaca pada 1974. Perusahaan terus berekspansi, mendirikan pabrik kedua di Pandaan, Jawa Timur, dan berinovasi meluncurkan kemasan PET (botol plastik) 220 ml pada 1985.

PT Aqua Golden Mississippi Tbk. sempat mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode AQUA. Namun, titik balik terbesarnya adalah ketika perusahaan multinasional asal Prancis, Danone, memasuki struktur kepemilikan. Dimulai dari aliansi strategis pada tahun 1998, Danone secara bertahap meningkatkan kepemilikan hingga menjadi pemegang saham mayoritas Grup Aqua pada 2001, yang ditandai dengan pencantuman logo Danone pada seluruh produknya.

Setelah berada di bawah kendali mayoritas Danone, nasib saham AQUA di bursa pun berubah. Pada 1 April 2011, perusahaan memutuskan untuk melakukan delisting sukarela atau go private. Keputusan ini didasarkan pada tiga pertimbangan strategis utama.

Pertama, langkah ini sejalan dengan kebijakan global Grup Danone untuk mengkonsolidasikan seluruh kegiatan pembotolan AMDK di Indonesia, yang sebelumnya terbagi dalam belasan anak perusahaan, menjadi entitas yang lebih terpadu.

Kedua, Danone memiliki keinginan untuk membeli saham-saham yang dimiliki oleh pemegang saham non-strategis, sesuai dengan kebijakan induk perusahaan.

Ketiga, dari sudut pandang pasar, perdagangan saham AQUA di bursa dinilai tidak aktif dan minim volume, sehingga status publik dianggap tidak lagi efisien.

Untuk memuluskan langkah go private, Tirta Investama sebagai pemegang saham utama membeli sisa saham publik (saat itu sekitar 5,65 persen) melalui tender offer. Harga pembelian ditetapkan mencapai Rp 500.000 per saham, jauh lebih tinggi dari harga penutupan sebelum pengumuman, menunjukkan komitmen terhadap pemegang saham minoritas. 

Dengan menjadi perusahaan tertutup, Aqua dapat fokus pada investasi jangka panjang yang stabil tanpa tertekan oleh laporan kinerja kuartalan, sekaligus mengurangi biaya yang terkait dengan kepatuhan sebagai perusahaan publik.

Pasar AMDK sangat kompetitif. Posisi Aqua sebagai pemimpin pasar terus digoyahkan oleh pesaing yang agresif dan cerdas membaca celah pasar. Pesaing utamanya saat ini adalah Le Minerale dari Mayora Group, yang sangat kuat dalam aspek positioning dan inovasi kemasan. Pesaing lainnya adalah Cleo dan produk-produk dari Nestlé. 

Sumber: rmol
Foto: Cuplikan iklan Aqua. (Foto: YouTube Aqua)

Komentar