Dari Dasco ke Sjafrie: Pergeseran Senyap di Lingkar Prabowo

- Selasa, 28 Oktober 2025 | 11:50 WIB
Dari Dasco ke Sjafrie: Pergeseran Senyap di Lingkar Prabowo


Oleh: Ady Amar, Kolumnis

Sampul Tempo edisi 26 Oktober 2025 menampilkan tajuk besar yang mencuri perhatian: “Panggung Politik Sjafrie.”

Ilustrasinya sederhana namun penuh isyarat.

Sjafrie Sjamsoeddin tampak menuangkan minuman ke beberapa gelas di hadapannya. Wajah para penerima tak terlihat — hanya ujung jas berwarna kuning, biru, dan oranye.

Warna-warna itu tak butuh penjelasan. Semua tahu siapa pemiliknya. Itu simbol partai, arah pertemuan, dan mungkin juga arah kekuasaan. Tak banyak yang tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, tapi tafsirnya nyaris tunggal: ada yang tengah mencari jalan menuju pusat kekuasaan, dan kali ini, pintu itu dijaga oleh seorang jenderal tua yang kembali dari senyap.

Sjafrie bukan nama baru di orbit Prabowo Subianto. Mereka lahir dari rahim yang sama — disiplin barak dan ikatan lama di tubuh militer. Namun yang menarik bukanlah sejarah masa lalu mereka, melainkan momen kemunculan Sjafrie kini: di saat peta kepercayaan di tubuh Gerindra tampak bergeser.

Selama ini, Sufmi Dasco Ahmad dikenal sebagai figur paling berpengaruh di lingkar sipil Gerindra. Ia lihai memainkan peran politik: dari parlemen hingga meja negosiasi antarpartai. Dasco bukan sekadar politisi, tapi jembatan antara Prabowo dan para elite sipil. Namun dalam beberapa bulan terakhir, jembatan itu tampak mulai sepi dilalui.

Kerusuhan akhir Agustus 2025 menjadi titik balik. Prabowo menunjuk Sjafrie Sjamsoeddin sebagai pelaksana tugas Menko Polhukam, menggantikan Jenderal Polisi (Purn.) Budi Gunawan yang direshuffle.
Bagi banyak orang, itu hanya pergantian teknis.
Namun bagi mereka yang membaca arah angin kekuasaan, keputusan itu adalah sinyal penting: pusat kepercayaan mulai berpindah — dari politisi ke perwira, dari negosiator ke komandan.

Langkah berikutnya mempertegas arah itu. Ahmad Muzani digantikan dari kursi Sekjen Gerindra. Posisinya kini diisi Sugiono, yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Kombinasi dua jabatan ini terdengar ganjil — satu kaki di partai, satu di diplomasi dunia. Banyak yang menduga, ini hanya fase sementara. Akan ada perombakan kabinet Merah Putih, dan posisi Menlu mungkin segera diisi figur lain yang lebih kuat di kancah global.

Namun apa pun hasil akhirnya, perubahan ini menunjukkan pola konsolidasi baru di tubuh Gerindra. Barisan ini lebih senyap, tapi lebih kaku.
Disiplin militer mulai menggantikan kelenturan politik. Loyalitas personal kini lebih diutamakan daripada keseimbangan struktur. Prabowo tampak menutup barisan, menyisakan hanya mereka yang berpikir dalam logika komando, bukan perdebatan.

Gerindra yang dulu lahir dengan semangat populis, kini perlahan bertransformasi menjadi ruang tertib barak. Semua tegak lurus. Semua tunduk.
Dan pada titik inilah, makna “panggung politik” menjadi lebih jelas: bukan panggung retorika, melainkan panggung komando.

Langkah ini bisa dibaca dua sisi. Dalam logika kekuasaan, Prabowo tengah memperkuat fondasi loyalitas di sekelilingnya — membangun lingkar kecil yang sulit ditembus. Tapi dalam logika politik demokrasi, ini bisa diartikan menyempitnya ruang dialog di dalam partai, ketika perbedaan pandangan mulai dianggap gangguan terhadap barisan.

Dan seperti kata Huntington, kekuasaan sejati tak pernah dibagi; ia hanya berpindah tempat. Kini, kekuasaan di tubuh Gerindra tampaknya mulai berpindah: dari ruang sipil ke ruang militer, dari politisi ke perwira, dari Dasco ke Sjafrie.

Pergeseran ini mungkin tak tampak dramatis, tapi justru di situlah kekuatannya. Politik sering berubah lewat hal-hal kecil — sebuah penunjukan, sebuah reshuffle, sebuah jabatan ganda. Semua itu serpihan kecil dari mozaik kekuasaan yang lebih besar. Dan dalam mozaik itu, nama Sjafrie kini kembali bersinar.

Jika benar politik Indonesia tengah bergerak menuju pemerintahan yang kuat namun tertutup, maka panggung yang kini diatur Sjafrie bukan sekadar simbol pengaruh. Ia bisa dibaca sebagai tanda: barak telah kembali menyusun barisan di jantung politik. **

Komentar