Sejarah Alih Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China
Proyek kereta cepat awalnya merupakan gagasan Jepang pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jepang, melalui JICA (Japan International Cooperation Agency), telah melakukan studi kelayakan dan menawarkan investasi sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan skema Government-to-Government (G2G) dan bunga pinjaman hanya 0,1 persen.
Namun, pemerintah Indonesia akhirnya memilih tawaran China yang mengusulkan nilai investasi 5,5 miliar dollar AS dengan skema Business-to-Business (B2B). China menjanjikan pembangunan tanpa menguras APBN dan transfer teknologi.
Pembengkakan Biaya dan Beban Keuangan Whoosh
Dalam perjalanannya, proyek Whoosh mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS, sehingga total investasi mencapai 7,2 miliar dollar AS. Sebanyak 75 persen dari biaya ini dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank.
Pembiayaan ini memberikan tekanan besar pada kinerja keuangan PT KAI (Persero) sebagai lead konsorsium. Pada semester I-2025, konsorsium PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun, dengan porsi terbesar ditanggung oleh PT KAI.
Proyek Kereta Cepat Whoosh kini tidak hanya menjadi simbol kemajuan infrastruktur, tetapi juga bahan perbincangan serius mengenai transparansi dan keuangan negara.
Artikel Terkait
Tanggapan Menohok Purbaya Soal Kebijakan Ekonomi di Era Jokowi dan Sri Mulyani 10 Tahun Terakhir
Ratusan Karyawan Pabrik Ban di Bekasi Kena PHK Massal
Kisah Mualaf Jenderal Kopassus Lodewijk Freidrich Paulus, Sempat Ditentang Keluarga dan Disebut Bakal Masuk Neraka
Viral, Pria di Sragen Robohkan Rumah Sendiri Gegara Pergoki Istri Selingkuh Lewat CCTV