Oleh:Erizal
INTERNAL PBNU sedang tegang. Tak pernah terjadi sebelumnya, Ketua Rais Aam mengultimatum Ketua Tanfidziyah untuk mundur. Mundur dalam jangka waktu tiga hari pula. Singkat dan tegas. Bukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena waktunya jelas tiga hari.
Berarti, ada sesuatu yang sangat penting, mendasar, sudah dan mungkin terus terjadi, serta tak bisa lagi dimaafkan. Kecuali, dengan cara mengundurkan diri itu.
Biasanya antara Ketua Rais Aam dan Ketua Tanfidziyah cincai-cincai saja. Kecuali dulu antara KH Ali Yafie dan Gus Dur ada konflik juga. Tapi itu kasusnya berbeda sekali. Tak bisa disamakan.
Biasanya Ketua Tanfidziyah itu tak cukup satu periode, lanjut ke periode kedua. Bahkan, Ketua Tanfidziyah sebelumnya, KH Said Aqiel Sirodj, ingin lanjut ke periode ketiga, tapi dikalahkan oleh KH Yahya Cholil Staquf.
KH Yahya Cholil Staquf inilah yang saat ini didesak mundur oleh Rais Aam KH Miftachul Akhyar. Artinya, jangankan dua periode, satu periode pun tidak cukup. Terbaru, Gus Yahya menolak permintaan mundur Rais Aam itu. Entahlah, apa yang akan terjadi dalam internal PBNU setelah ini?
Sebetulnya, peristiwa apakah yang sudah terjadi sehingga, memaksa Ketua Rais Aam KH Miftachul Akhyar mengultimatum Ketua Tanfidziyah KH Yahya Cholil Staquf untuk mengundurkan diri dalam jangka waktu tiga hari?
Padahal jadwal resmi Muktamar NU tak lama lagi. Yakni, kurang lebih hanya setahun. Tapi itu tak ternantikan lagi. Berarti, Muktamar NU terjadi harus tanpa KH Yahya Cholil Staquf. Kesalahannya pastilah fatal dan mendasar, sehingga tak termaafkan.
Perebutan Ketua Tanfidziyah atau konflik internal di tubuh NU, kiranya tidak. Itu sudah biasa terjadi. Apalagi keluarga besar PBNU ini sebetulnya kait berkait saja. Artinya, konflik yang terjadi masih dalam satu keluarga besar. Kadang, NU juga dipengaruhi oleh kepentingan politik yang berasal dari luar NU itu sendiri.
Makanya, kalau hanya konflik politik di internal NU sendiri, kiranya tak akan sampai permintaan mundur itu keluar dari Ketua Rais Aam terhadap Ketua Tanfidziyah. Apalagi ini belum genap satu periode pula. Rata-rata Ketua PBNU itu dua periode, kalau tak ada aral melintang.
Memang, politik internal NU itu tak bisa dipisahkan dengan politik di luarnya. Bahkan, NU itu sendiri dulunya juga partai politik, pada tahun 1955. KH Yahya Cholil Staquf bisa mengalahkan KH Said Aqiel Sirodj pun, tak bisa lepas dari campur tangan politik di luar NU ketika itu. Dan itu, bisa dengan sangat mudah melihatnya.
Artikel Terkait
Buaya Besar di Inhil Mati, Setelah Dibedah Isi Perutnya Mengejutkan
Tabiat AI, Ayah Tiri Alvaro yang Ditangkap Usai Jasad Sang Bocah Ditemukan Setelah 8 Bulan Hilang
Inara Rusli Kena Mental usai Dilaporkan Terkait Dugaan Perzinaan dengan Suami Wardatina Mawa?
Alvaro Kiano Nugroho Ditemukan Tewas Setelah Hilang Berbulan-Bulan, Polres Metro Jaksel Tahan Ayah Tiri