NARASIBARU.COM - Pemerintah Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada hari Selasa (31/10/2023).
Pemerintah Bolivia menilai Israel telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain Bolivia, Cile serta Kolombia memanggil kembali duta besar mereka untuk Israel karena mereka mengecam serangan militer Israel terhadap militan Hamas.
Para pejabat Bolivia mengutip jumlah korban warga Palestina di Gaza akibat perang Israel-Hamas terbaru.
“Bolivia memutuskan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan negara Israel sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional yang terjadi di Jalur Gaza,” kata Freddy Mamani, wakil menteri luar negeri Bolivia, mengatakan pada konferensi pers seperti dikutip dari Reuters.
Cile memutuskan untuk menarik duta besarnya “karena pelanggaran hukum kemanusiaan internasional yang tidak dapat diterima yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza,” kata Kementerian Luar Negeri Chile dalam sebuah pernyataan.
Presiden Kolombia, Gustavo Petro, juga mengumumkan penarikan duta besar negaranya untuk Israel.
“Jika Israel tidak menghentikan pembantaian terhadap rakyat Palestina, kita tidak bisa terus berada di sana,” tulis Petro di X, sebelumnya Twitter.
Bolivia, Chile dan Kolombia semuanya mempunyai pemerintahan sayap kiri.
MarĂa Nela Prada, menteri kepresidenan Bolivia yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri, menuduh Israel “melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza terhadap rakyat Palestina.”
Dia kemudian menyerukan kepada Israel untuk “menghentikan serangan di Jalur Gaza yang telah mengakibatkan ribuan korban sipil dan pengungsian paksa warga Palestina.”
Chile juga menyerukan “segera diakhirinya permusuhan.” Mereka mengutuk operasi Israel, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut “merupakan hukuman kolektif terhadap penduduk sipil Palestina di Gaza.”
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 8.500 warga Palestina tewas dalam perang tersebut.
Pemerintah negara Andean berpenduduk 12 juta jiwa ini, yang kini dipimpin oleh Presiden sayap kiri Luis Arce, telah lama bersikap kritis terhadap Israel, dan sebelumnya memutuskan hubungan diplomatik pada tahun 2009 karena pertempuran yang melibatkan Gaza. Hubungan diplomatik dibangun kembali pada tahun 2020.
Arce menyatakan solidaritasnya terhadap rakyat Palestina setelah pertemuan hari Senin dengan Duta Besar Palestina untuk Bolivia Mahmoud Elalwani.
“Kita tidak bisa tinggal diam dan terus membiarkan penderitaan rakyat Palestina, terutama anak-anak, yang berhak hidup damai. Kami mengutuk kejahatan perang yang dilakukan di Gaza,” tulis Arce di media sosial usai pertemuan.
Mantan presiden Bolivia yang berpengaruh, Evo Morales, yang pernah bersekutu dengan Arce namun kini berbalik menentangnya, memuji keputusan pemerintah untuk memutuskan hubungan, meski mengatakan bahwa keputusan tersebut belum cukup.
“Bolivia harus menyatakan negara Israel sebagai negara teroris dan mengajukan pengaduan ke Pengadilan Kriminal Internasional,” tulis Morales di media sosial.
Serukan Hentikan Pembantaian di Gaza
Seruan global meningkat untuk segera menghentikan pembantaian Israel di Jalur Gaza, Palestina.
Korban kemanusiaan di Palestina telah memicu kekhawatiran global.
Menanggapi tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza Palestina, Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel.
Kelompok-kelompok bantuan dan PBB memperingatkan waktu hampir habis.
Karena banyak dari 2,4 juta penduduk di wilayah tersebut tidak mempunyai akses terhadap makanan, air, bahan bakar dan obat-obatan.
Ahli bedah melakukan amputasi di lantai rumah sakit tanpa anestesi, dan anak-anak dipaksa minum air asin, kata Jean-Francois Corty, wakil presiden Medecins du Monde, yang memiliki 20 staf di lapangan dikutip dari AFP.
Pada sebuah pemakaman di Gaza selatan, para pelayat yang berlinang air mata menggendong jenazah kerabat mereka yang dibungkus kain kafan putih sebelum menguburkannya dengan tangan kosong.
“Kami meminta dunia menunjukkan simpati kepada anak-anak untuk menghentikan pembantaian ini,” kata Yusef Hijazi, kakek salah satu korban, kepada AFP.
Ketika sekutu paling setia Israel pun menyuarakan keprihatinan mengenai krisis kemanusiaan ini, badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bantuan yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang “belum pernah terjadi sebelumnya”.
Hisham Adwan, direktur penyeberangan Rafah di Gaza, mengatakan 36 truk telah menunggu di sana sejak hari sebelumnya.
“Ini sangat lambat,” katanya. Hanya 26 truk yang memasuki Gaza pada hari Senin. Sebelum konflik, rata-rata 500 truk per hari kerja melaju ke wilayah pantai yang kecil ini.
Artikel Terkait
Prabowo Bakal Tanggung Jawab Soal Utang Whoosh, PSI Beri Apresiasi
Tanggung Jawab Saya, Katanya
Viral Penampakan Masjid Jokowi di Abu Dhabi, Reaksi Netizen Bikin Ngakak
Prabowo Akan Bayar Utang Whoosh Pakai Uang Negara yang Dikembalikan Koruptor