Pengamat Energi Ungkap 'Keganjilan' Izin Ekspor Pasir Laut

- Minggu, 04 Juni 2023 | 18:12 WIB
Pengamat Energi Ungkap 'Keganjilan' Izin Ekspor Pasir Laut


“Sementara urutan prioritas terakhir untuk pemanfaatan pasir laut tujuan ekspor di Pasal 9 ayat 2 darj PP 26 tahun 2023 itu terkesan hanya untuk mengecoh publik, agar mengurangi tekanan terhadap kebijakan ekspor pasir laut,” beber Yusri.


Yusri menjabarkan, Menteri Trenggono telah menyatakan ke awak media ketika ditanya apa pertimbangan utama untuk penerbitan PP Nomor 26 Tahun 2023, dan ia menjawab pertimbangannya dikarenakan banyaknya permintaan pasir laut untuk kebutuhan infrastruktur proyek pemerintah, termasuk untuk reklamasi IKN dan lain-lain. 


“Ini adalah pernyataan yang menyesatkan publik, hanya untuk menutupi tujuan utamanya untuk ekspor pasir laut ke Singapore,” jelas Yusri.


Kemudian, lanjut Yusri, Trenggono telah menyatakan jika nanti kebutuhan pasir laut dalam negeri sudah tercukupi, barulah boleh diekspor dan saat ini belum ada permintaan ekspor. Jika pun nanti ekspor, itu kewenangan Kementerian Perdagangan.


“Jelas keterangan Trenggono ini mencoba mengecoh, sebab Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdangangan akan menerbitkan izin ekspor berdasarkan rekomendasi ekspor dari Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian KKP,” sergah Yusri.


Desakan Singapura ?


Kemudian, lanjut Yusri, sesungguhnya Singapura saat ini sangat membutuhkan banyak pasir laut dari Indonesia yang kualitasnya sangat baik, setelah beberapa negara telah menyetop ekspornya.


“Katanya harga kontrak Johor Baru ke JTC (Jurong Town Corporation) adalah sekitar $ 15 per meter kubik dan Vietnam sekitar $ 35 hingga $ 38 per meter kubik FOB Singapore. Menurut informasinya lagi, kebutuhan total pasir laut untuk kebutuhan reklamasi Sngapura hingga tahun 2030, adalah sekitar 4 miliar kubik,” ungkap Yusri.


Dijelaskan Yusri, jika dibandingkan dari sisi kualitas pasir, jarak suplai dan harga jual, sudah dapat dipastikan Singapura akan memilih pasir laut dari Kepulauan Riau, dibandingkan dari Vietnam, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Filipina.


“Sehingga, jika negara kita bisa mengatur sistem satu pintu dalam menjual ke Singapura, yaitu dengan mekanisme negosiasi tanpa tender ke JTC dan BUMN tambang ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium, maka target harga bisa mencapai berkisar $ 18 hingga $ 21 (Singapore Dollar) per meter kubik FOB Singapore,” beber Yusri.


Tampaknya, kata Yusri, target itu sesuai dengan Keputusan Menteri KKP Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut Dalam Perhitungan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang ditanda tangani pada 18 September 2021. 


Dalam Kepmen ini, pada bagian lampiran, disebutkan bahwa pemanfaatan pasir laut untuk ekspor dipatok Rp 228.000 per meter kubik, sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri dipatok Rp 188.000 per meter kubik.


“Adapun biaya dregging sekitar $ 8 per meter kubik terima di Singapore, PNBP 35 % dari harga jual pasir laut, ditambah pajak ekspor,” kupas Yusri.


Sebelumnya, jelas Yusri lagi, pemerintah telah menerbitkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021. Pada Pasal 8 PP ini disebutkan PNBP untuk pasir laut sebesar 35 % dari harga jual. 


“CERI mendapat info, pengusaha keberatan terkait tarif PNBP tersebut, mengingat tarif PNPB untuk tambang batubara ex PKP2B hanya 11 % dan IUP hanya 8 %, menurut mereka harga jual butubara jauh di atas harga pasir laut, mengapa mereka dibebankan cukup besar,” jelas Yusri.


Sehingga, kata Yusri, akibat ada potensi cuan besar di depan mata, maka tak heran banyak pejabat berlomba pasang badan dengan menyatakan ekspor pasir laut tidak merusak lingkungan dan malah untuk menyehatkan laut dan mengamankan alur pelayaran. 


“Anehnya, termasuk bisa mengendalikan dampaknya hanya memakai GPS, apa benar demikian,” pungkas Yusri. [IndonesiaToday/Inilah]

Sumber: inilah.com


Halaman:

Komentar