BAU ANYIR POLITIK DI BALIK PENCOPOTAN LETJEN KUNTO
Oleh: Edy Mulyadi
Wartawan Senior
Pencopotan Letjen Kunto Arief Wibowo dari jabatan Pangkogabwilhan I menimbulkan tanda tanya besar. Rotasi memang lazim di tubuh TNI. Tapi Kunto baru menjabat empat bulan.
Apalagi momennya beriringan dengan munculnya delapan pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI yang amat pedas.
Poin ke-8; makzulkan Gibran! Dan, salah satu tokohnya adalah Jenderal (Purn) Try Sutrisno, ayah kandung Kunto.
Kapuspen TNI Mayjen Nugraha Gumilar buru-buru memberi penjelasan. Katanya, “Mutasi adalah hal biasa dalam organisasi. Jangan dikaitkan dengan opini politik dari pihak luar.”
Hehehehe… Penguasa kita memang doyan menganggap rakyatnya bodoh. Mereka pikir penjelasan seperti itu bisa meredam pikiran liar di benak rakyat.
Mimpi! Apalagi, mengutip Rocky Gerung, bahwa penguasa adalah produsen hoax yang paling produktif dan sempurna .
Rakyat negeri ini terlalu kenyang dijejali penjelasan normatif. Menghindar dari substansi. Pada kasus Kunto, jurus berkelit Kapuspen TNI terlalu benderang untuk disembunyikan.
Publik pun wajar curiga. Apalagi masa jabatan Kunto belum genap lima bulan. Padahal, struktur jabatan Pangkogabwilhan I adalah pos strategis yang biasanya diisi jenderal bintang tiga berpengalaman.
Kunto, dengan rekam jejak akademik dan operasionalnya, sangat layak mengisi jabatan itu. Lantas, kenapa harus digeser?
TNI Sedang Mundur Jauh ke Belakang?
Jika pencopotan Kunto memang terkait dengan keterlibatan sang ayah dalam dinamika politik, itu sungguh mencoreng semangat profesionalisme militer.
Karena sejatinya, setiap perwira TNI harus dinilai berdasarkan kinerja, dedikasi, dan rekam jejak. Bukan karena hubungan darah. Bukan karena opini politik orang tuanya.
Try Sutrisno adalah purnawirawan. Statusnya sipil. Dia punya hak konstitusional menyatakan pendapat.
Bahkan, sebagai mantan Wapres dan eks Panglima ABRI, Try punya tanggung jawab moral untuk bersuara saat bangsa ini dianggap sedang melenceng.
Pernyataannya adalah bentuk partisipasi warga negara dalam demokrasi. Legal. Sah. Konstitusional. Lalu, kenapa anaknya harus “kena getah”?
Bila benar dicopotnya Kunto disebabkan alasan politis semacam ini, maka TNI sedang mundur jauh ke belakang. Terjebak dalam praktik “politik balas dendam”.
Ini jelas tidak sehat. Ini juga berbahaya bagi regenerasi di tubuh militer. Ini bahkan sekaligus mengkhianati semangat reformasi TNI yang sudah dibangun puluhan tahun.
TNI punya Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tertinggi (Wanjakti). Kita pun harus bertanya, ke mana Wanjakti?
Bukankah dewan ini yang seharusnya memastikan mutasi perwira tinggi dilakukan secara objektif dan profesional?
Apakah Wanjakti hanya sekadar formalitas? Pajangan? Atau ikut terkooptasi dalam pusaran tekanan politik?
TNI selama ini dikenal sebagai institusi yang kokoh dalam meritokrasi. Profesional. Tidak mudah diintervensi. Tapi kasus Kunto membuat semua itu dipertanyakan.
Jika bau anyir politik masuk ke dalam dapur pembinaan karir perwira tinggi, maka keroposlah benteng terakhir negeri ini.
Ini bukan soal Kunto semata. Ini soal masa depan TNI. Soal kredibilitas sistem pembinaan. Soal kepercayaan publik.
Kembalikan TNI ke jalur profesional. Jauhkan dari tarik-menarik politik praktis. Jangan korbankan perwira yang berdedikasi hanya karena opini politik orang tua mereka.
Kalau, katanya, mutasi memang karena alasan profesional dan kebutuhan organisasi, tunjukkan datanya. Terbuka saja.
Jangan berkelit di balik dusta. Karena di era digital, publik bisa mencium aroma politik lebih tajam dari seribu klarifikasi normatif.
Kalau kita ingin TNI tetap dihormati, maka jangan perlakukan perwira tingginya seperti bidak catur kekuasaan. Dan, Presiden Prabowo punya *kewajiban* untuk itu.
Saatnya Prabowo tunjukkan dia adalah Presiden yang berdaulat, yang mengemban amanat konstitusi.
Berhentilah jadi bayang-bayang Jokowi, sang Raja Bohong perusak NKRI! ***
Pencopotan Anak Try Sutrisno dari Pangkogabwilhan I Digantikan Eks Ajudan Jokowi Berbau Politis
Analis politik sekaligus peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa menilai ada aroma politis yang kuat dalam pencopotan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Letjen Kunto Arief Wibowo, yang juga merupakan anak Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Meski mutasi personel di tubuh TNI biasa dilakukan, namun kali ini berbeda dengan yang dialami Letjen Kunto mengingat waktunya yang cukup berdekatan dengan pernyataan Forum Purnawirawan TNI yang mengusulkan agar Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan sebagai Wapres.
“Mutasi terhadap Letjen Kunto Arief ini memang menjadi perhatian publik. Di mana orang tua Letjen Kunto, Try Sutrisno, turut serta melakukan penandatanganan usulan pemakzulan tersebut,” ujar Ardha di Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Selain itu, yang menjadi sorotan juga karena posisi Pangkogabwilhan I yang baru dijabat Letjen Kunto Januari lalu.
Dengan begitu, ia baru menjabat sekitar empat bulan di posisi tersebut.
“Adanya aroma politis dalam mutasi semakin kuat ketika posisi Pangkogabwilhan I tersebut kemudian digantikan oleh personiel yang dinilai dekat dengan Jokowi, sebagai ajudan Presiden ke-7 RI itu pada 2014-2016 lalu,” kata Ardha menjelaskan.
Artikel Terkait
Kemarin Janji Akan Terbuka, Kini Jokowi Ogah Tunjukkan Ijazah Meski Diminta Pengadilan, Sidang Mediasi Terancam Deadlock!
7 Jenderal Mendadak Tidak Jadi Dirotasi Panglima TNI, Ini Daftar Namanya
Kompas TV PHK Massal, Viral Presenter Gita Maharkesri Menangis di Siaran Terakhir Kompas Sport Pagi
Unggahan Mantan Tunangan Ayu Ting Ting Curi Perhatian, Curhat Kesedihan