Kejadian bermula pada Minggu (4/8) dini hari. Kapal Motor (KM) Sri Mariana, meminta bantuan melalui radio satelit. Permintaan itu ditangkap oleh Polairud Polda Banten.
Pukul 00.30 WIB, tim patroli Banten menemukan kapal tersebut. Ternyata, di kapal itu, sudah ada enam mayat nelayan. Belasan lainnya juga dalam kondisi sakit.
Kru KM Sri Mariana pun diminta mendekatkan kapalnya ke Pulau Tempurung agar bisa ditambatkan ke KMB Pelangi yang tengah patroli.
Pulau Tempurung ini berada di wilayah Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Petugas lalu mengevakuasi para nelayan, lengkap dengan APD, karena belum mengetahui penyebab tewasnya para nelayan.
Potensi Virus dan Bakteri
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menduga tewasnya enam nelayan disebabkan kemungkinan virus atau bakteri. Ditambah saat evakuasi awak kapal itu petugas menggunakan hazmat atau Alat Pelindung Diri (APD).
“Tapi, kalau dia pake protokol APD itu, aku rasa memang ada potensi itu bisa virus, bakteri, atau fungus,” ujar Budi pada wartawan di The Westin Jakarta pada Selasa (6/8).
Budi belum mendapatkan update jelas dari kasus ini. “Tapi, terus terang saya belum terupdate, nanti kalau saya tahu, saya update ya. Karena jenazahnya juga sedang diautopsi,” ujar dia.
Momen Mencekam 6 Nelayan Tewas
Keenam nelayan itu tewas satu per satu. Peristiwanya diceritakan oleh Saedi, nelayan KM Sri Mariana, yang selamat.
Awalnya, seorang nelayan bernama Rifki asal Parungpanjang, Bogor mengeluhkan sakit di bagian dada. Keluhan Rifki itu, kata Saedi, menjadi awal suasana di kapal yang biasanya ceria berubah menjadi mencekam.
Terlebih, menurut Saedi, korban pertama yang meninggal justru merupakan orang yang paling humoris di antara seluruh awak kapal KM Sri Mariana.
"Satu korban ini awalnya dia sakit, dan orang itu sering bercanda, dan saat itu kita dia bercanda, nggak menganggap dia sakit. Setelah dia sesak napas, dia bilang asma. Yang pertama ini almarhum Rifki itu meninggal saat kita bangun tidur, jadi kita bangun tidur dia udah meninggal, itu tanggal 14 Juli (2024)," kata Saedi ditemui di depan Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Kota Cilegon, Selasa (6/8).
Setelah Rifki meninggal, tiba-tiba seorang rekan lainnya bernama Agung asal Rangkasbitung mulai mengeluhkan sakit di bagian dada hingga akhirnya meninggal pada tanggal 19 Juli 2024.
Kepanikan sempat dirasakan sejumlah nelayan di KM Sri Mariana saat korban ketiga bernama Rohmat asal Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, kembali sakit secara misterius.
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Tanda Alam Sebelum Raja Solo Wafat, Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo
Dosen Cantik di Jambi Tewas Diduga Diperkosa & Dibunuh Oknum Polisi, Mobil & Sepeda Motor Dibawa Kabur
Mahasiswa di Sibolga Tewas Dikeroyok Gara-gara Tidur di Masjid, Kepala Korban Dihantam Buah Kelapa
Isi Pertamax karena Takut Pertalite Bermasalah, Motor Warga Tuban Justru Jadi Tak Bertenaga