Sebelumnya pada Jumat lalu (8/9), Mahfud MD mengatakan, pemberian hak tanah Pulau Rempang sudah diberikan ke perusahaan berdasarkan Surat Keputusan (SK) terkait pemberian hak atas tanah pada 2001 dan 2002.
“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu tahun 2001, 2002,” kata Mahfud.
Namun pada 2004 hingga seterusnya kata Mahfud, menyusul beberapa keputusan hingga tanah tersebut diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Hal itu karena sebelum investor masuk, tanah tersebut belum digarap dan tidak pernah ditengok.
Namun pada 2022, ketika investor datang, situasi menjadi rumit atas adanya kekeliruan pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)
Oleh karena itu kata Mahfud, kekeliruan tersebut pun diluruskan, sehingga hak atas tanah itu masih dimiliki oleh perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002.
"Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan. Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi," kata Mahfud.
"Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun," sambungnya.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Gus Yahya Tantang Rais Aam Makzulkan Dirinya di Muktamar PBNU
Roy Suryo Bersumpah: Demi Allah Lembar Pengesahan Skripsi Jokowi Tidak Ada
Prabowo Perintahkan Audit Empat RS Papua Usai Tragedi Ibu Hamil
Ahmad Ali Terang Benderang Lecehkan Megawati