Kedua fenomena tadi (hujan abu vulkanik dan hujan seperti biasanya, air biasa mengguyur dari langit) mengantar saya pada suatu refleksi senja hari tentang hukum keseimbangan/proporsionalitas.
Baca Juga: Kapitel DILAN Selesai-Kehidupan Terus Berlanjut
Saat cuaca terlalu panas, kita membutuhkan cuaca yang dingin sebagai penyeimbang. Saat cuaca terlalu dingin, kita membutuhkan kehangatan sebagai penyeimbang.
Saat ada hujan abu vulkanik, kita merindukan juga hujan air biasa yang turun dari langit yang membawakan kesegaran. Itu menimbulkan kelegaan. Sungguh. Yah, kelegaan.
Begitupun yang kami rindukan kini. Umat Paroki Hokeng dan sekitarnya nyaris sepekan "menikmati" dinamika erupsi gunung Lewotobi di tempat pengungsian, baik yang disediakan pemerintah maupun oleh Gereja dan di rumah keluarga yang cukup jauh dari radius kemungkinan "ditembusi" lava gunung berapi Lewotobi.
Baca Juga: Indonesia yang Demokratis Membutuhkan Pelaku Politik yang Rasionalis
Umat kami dan kami sendiri mulai dilanda kejenuhan. Kami membutuhkan rekreasi, relaksasi dan semacam lari dari pengapnya kemah pengungsian.
Kami butuh "dibebaskan" dari pelbagai keterikatan dan ancaman yang menambah stress, depresi dan situasi keterlukaan macam apapun.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: sinareditorial.com
Artikel Terkait
MBG di Boyolali Disabotase: Ratusan Paket Ditarik, Ada Orang Asing Masuk Kelas!
Biar Bosmu Tahu! Viral Bobby Nasution Razia Truk Pelat Aceh di Sumut Demi Kejar PAD Triliunan
VIRAL Kain Kafan dan Kerangka Manusia Berserakan di Area Proyek Tangerang
Fakta-Fakta Kesiapan IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Cuma Cuap-Cuap Belaka?