Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memiliki banyak tugas penting yang harus segera diselesaikan terutama masalah pengelolaan fiskal.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai tren penerimaan pajak yang stagnan berbanding terbalik dengan meningkatnya belanja negara untuk program prioritas pemerintah. Kondisi ini menurutnya akan menjadi ujian pertama bagi Purbaya di kursi Bendahara Negara.
Wijayanto menyampaikan empat saran kunci untuk Purbaya. Pertama, ia mengingatkan agar Menkeu berhati-hati ketika berbicara di ruang publik.
“Karena yang namanya menteri keuangan itu, apa yang disampaikan dicatat oleh investor,” ujarnya dalam seminar daring bertajuk “Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?” yang digelar Universitas Paramadina, Rabu 10 September 2025.
Ia juga mengingatkan agar Purbaya tidak overconfident dalam setiap pernyataan. Selanjutnya, Wijayanto juga menekankan pentingnya disiplin fiskal.
Menurutnya, Kementerian Keuangan harus berani melakukan realokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Ia pun menyinggung kebijakan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) yang selama ini menjadi penopang fiskal pemerintah daerah.
Saran ketiga berkaitan dengan manajemen utang. Meskipun lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan peringkat utang Indonesia di level BBB pada 29 Juli 2025, namun Indonesia masih menghadapi masalah tingginya bunga obligasi.
“Rating Indonesia sama dengan Filipina, dan hampir sama dengan Malaysia dan Thailand. Namun, kenapa suku bunga obligasi pemerintah Indonesia jauh lebih tinggi setelah disesuaikan dengan inflasi,” tuturnya.
Dia juga mempertanyakan jumlah Sisa Anggaran Lebih Rp 600 triliun di saat Indonesia kesulitan menerbitkan utang.
“Itu kan sebenarnya akumulasi utang berlebih, yang uangnya terdistribusi ke mana-mana, dan itu bukan uang gratis, itu membayar bunga 6,5-6,8 persen, karena intinya SAL itu adalah SBN yang diterbitkan secara berlebihan,” ungkapnya.
Terakhir, Purbaya diminta serius untuk memberantas underground economy, atau aktivitas ekonomi bawah tanah. Kategori tersebut mencakup barang ilegal yang masuk ke Indonesia, barang legal yang tidak membayar pajak, hingga perdagangan narkoba.
“Underground economy itu, menurut studinya EY Global, kita sudah di level 23,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” jelasnya.
Sebelumnya, Purbaya mengklaim dirinya sudah kenyang pengalaman di bidang fiskal. Ia menyebut pernah membantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bagian dari think tank pada 2008, hingga masuk ke Kantor Staf Presiden di era Joko Widodo.
“Saya selalu memberi masukan fiskal ke pemerintah. Di belakang, nggak dibayar,” kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin 8 September 2025.
Sumber: rmol
Foto: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Sri Mulyani. (Foto: RMOL/Alifia Dwi ramandhita
Artikel Terkait
Curhat Mahfud MD soal Nadiem Sebenarnya Bongkar Borok Istana?
DPR: Siapapun yang Terlibat Judol Harus Dibawa ke Pengadilan!
Bagaimana Beritasriwijaya.co.id Menjawab Tantangan Disrupsi Media Digital
Tirai Istana Tersibak! Jokowi Hanya Titip 1 Nama Menteri ke Prabowo, Siapakah Itu?