Terungkap! Ide Jokowi Ini Bikin China Untung Besar

- Minggu, 14 Mei 2023 | 12:40 WIB
Terungkap! Ide Jokowi Ini Bikin China Untung Besar

"Dari tahun 1970 sampai 2020 pertumbuhan teknologi itu, istilah kasarnya total factor productivity pertumbuhannya minus lebih banyak berbasis otot dan keringat ketimbang otak," ujarnya.


Faisal menyoroti program hilirisasi nikel. Pemerintah telah melarang ekspor biji nikel pada 1 Januari 2020 dan mewajibkan biji nikel agar diolah terlebih dahulu di dalam negeri.


Namun yang terjadi, nilai tambah tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat sepenuhnya, sebab hanya menguntungkan pengusaha besar. 


Bahkan salah satunya devisa hasil ekspor disimpan di luar negeri. Sementara itu, dia menilai China yang merupakan penampung nikel Indonesia, mendapat keuntungan besar.


"Yang terjadi kalau hilirisasi biji nikel diolah jadi pig nikel ekspor bukan dijadikan lanjutan industri kita hilirisasi malah menopang industrialisasi di China," kata Faisal.


Seharusnya langkah yang diambil adalah memaksa industri tersebut dari hulu sampai hilir berkembang di dalam negeri.


Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto berpandangan serupa. Dia menyebutkan beberapa fakta di lapangan, antara lain sebagian besar bijih nikel di Indonesia, kurang lebih sebesar 95%, diolah oleh perusahaan smelter China yang beroperasi di Indonesia.


China membelinya dari penambang dengan harga murah, karena harga patokan mineral dalam negeri yang kurang dari setengah harga nikel internasional.


"Pemerintah hanya menetapkan harga bijih nikel $34 per ton, sementara di Pasar Shanghai harganya mencapai $80 per ton. Industri smelter Cina ini juga tidak membayar royalti tambang sepeserpun karena mereka tidak menambang langsung," kata Anggota DPR RI tersebut, dikutip dari pernyataannya di situs resmi PKS.


Kedua, dia melihat faktor pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan pajak atau tax holiday (PPh badan) selama 25 tahun. Hal ini, menurut Rofik, juga turut menguntungkan pihak lain dan bukan kita sendiri.


"Ini artinya rakyat kehilangan kesempatan menikmati pendapatan tambahan dari nikel miliknya selama 25 tahun. Selain itu juga tidak perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPN), padahal jelas-jelas mereka di sini melakukan pengolahan yang menaikkan nilai tambah dan nilai tambah itu sepenuhnya diambil oleh mereka semua," kata Rofik.


Ketiga, dia berargumen perusahaan smelter China juga sementara ini bebas dari pajak ekspor atau bea keluar karena belum diberlakukannya penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi berupa Feronikel dan NPI (Nickel Pig Iron).


"Selama belum diberlakukan maka selama itu pula kita kehilangan potensi penerimaan," ujar Rofik.


Terakhir, Rofik mengungkapkan industri smelter China ini juga sebagian besar memanfaatkan tenaga kerja berasal dari negara mereka dengan mayoritas bukan dengan visa kerja. 


"Ini juga merugikan penerimaan negara dari pendapatan tarif visa serta dari sisi pajak PPh individu," tutur Rofik. [IndonesiaToday/cnbc]

Sumber: cnbcindonesia.com


Halaman:

Komentar