Pengamat Militer Sarankan Jokowi Diperiksa Pakai Lie Detector dan Ikuti Tes Kejiwaan

- Minggu, 17 Agustus 2025 | 14:15 WIB
Pengamat Militer Sarankan Jokowi Diperiksa Pakai Lie Detector dan Ikuti Tes Kejiwaan




NARASIBARU.COM - Analis Politik dan Militer Universitas Nasional, Selamat Ginting, menilai polemik dugaan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan sekadar persoalan administratif, melainkan menyangkut aspek moral dan kejujuran dalam sejarah bangsa.


Ia menegaskan, jika persoalan ini dibiarkan tanpa kejelasan, maka nilai moral dalam pendidikan Indonesia akan kehilangan makna.


“Kalau memang benar ijazah itu tidak perlu dipersoalkan, maka sebaiknya kurikulum tentang moral, akhlak, dan kejujuran di sekolah hingga universitas ditutup saja. Sebab, hal ini menyangkut peradaban bangsa untuk anak cucu kita,” ujar Selamat Ginting, seperti dikutip dari podcast Madilog, Jumat 15 Agustus 2025.


Lebih lanjut, Ginting mengingatkan bahwa penyelesaian kasus ini harus dilakukan secara transparan dan objektif.


Ia bahkan menyarankan agar Presiden Jokowi menjalani uji lie detector dan pemeriksaan kejiwaan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Jiwa untuk menghindari spekulasi publik.


“Kalau perlu, tes forensik, lie detector, dan pemeriksaan psikologis dilakukan secara terbuka agar publik mendapat kepastian,” tegasnya.


Menurutnya, jika langkah tersebut tidak ditempuh, kasus ini berpotensi meluas ke ranah internasional.


Ahmad Khozinudin: Jokowi Jangan Buang Badan Soal 12 Nama Terlapor


Kuasa hukum Roy Suryo Advokat Ahmad Khozinudin menyoroti perkembangan laporan polisi yang diajukan Presiden Joko Widodo pada 30 April 2025 lalu.


Ia menegaskan, baik pihak pelapor maupun terlapor harus bersikap negarawan dan ksatria dalam menghadapi proses hukum.


Khozinudin mengungkapkan, sebelumnya kuasa hukum Jokowi sempat menyebut lima inisial terlapor.


Namun, hasil penyelidikan polisi kini memunculkan 12 nama, termasuk mantan Ketua KPK Abraham Samad.


Menurutnya, dalam perkara delik aduan, kewenangan untuk menentukan subjektivitas laporan tetap berada di tangan pelapor.


“Kalau memang 12 orang ini yang dianggap mencemarkan nama baik, maka Jokowi harus bertanggung jawab dan jangan buang badan ke polisi. Tapi kalau tidak, maka perkara ini tidak bisa dilanjutkan,” tegas Khozinudin seperti dikutip dari Kompas TV, Jumat 8 Agustus 2025.


Ia menjelaskan, laporan yang diajukan terkait sejumlah pasal, antara lain Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 28 ayat (2) dan (3) UU ITE terkait ujaran kebencian dan penyebaran informasi bohong.


Namun, Khozinudin mempertanyakan keberadaan laporan Peradi Bersatu yang sempat disebut, tetapi tidak tercantum dalam berkas perkara.


“Proses hukum ini jangan dibelokkan menjadi narasi politik atau isu menjatuhkan reputasi. Justru yang membuat reputasi Jokowi menurun adalah sikap inkonsisten dalam menghadapi pemeriksaan,” katanya.


Khozinudin mencontohkan, salah satu terlapor, Rahmat Imran, dalam kondisi cacat fisik masih datang memenuhi panggilan penyidik dan menjalani pemeriksaan berjam-jam.


Sementara itu, Jokowi, kata dia, tidak hadir dengan alasan sakit dan tidak bisa keluar kota, tetapi justru sempat hadir di acara reuni dan kongres politik.


“Kalau memang yakin, hadapi di ranah hukum. Jangan mengadu domba penyidik dengan publik,” tutup Khozinudin.


Sumber: Sawitku

Komentar