NARASIBARU.COM - Pengamat politik, Rocky Gerung, berbicara terkait dugaan keterlibatan menantu mantan Presiden Jokowi, Bobby Nasution, dalam kasus dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara.
Dikatakan Rocky, posisi Bobby saat ini tidak lagi sekadar menjadi bahan perbincangan publik, tapi sudah di ambang status hukum yang serius.
“Bobi sekarang bukan topik lagi, sebentar lagi tersangka. Kak dipanggil KPK,” ujar Rocky dikutip dalam kanal YouTube @Hendri Satrio Official (13/7/2025).
Ia juga menyindir perbedaan cara membaca kasus ini antara lembaga-lembaga berbeda.
Bila survei masih sebatas berpotensi, maka intelijen sudah punya simpulan yang lebih tajam.
“Kalah kata-kata kedai kopi, lembaga survei, berpotensi tersangka. Tapi kalau lembaga intelijen, pasti tersangka,” tegas Rocky.
Rocky bahkan menyebut bahwa Gubernur Sumatera Utara ini memang tidak sengaja ditarget, melainkan sudah menjadi perhatian publik dan media sejak awal.
“Bobi bukan sengaja ditarget, memang ada potensi untuk menjadi tersangka. Karena itu kasus yang sudah diintai media massa dari awal,” terangnya.
Lebih jauh, Rocky menyinggung kemungkinan bahwa setelah Bobby, bisa jadi anggota keluarga Jokowi lainnya juga akan terseret, tergantung pada sikap pemimpin berikutnya.
“Keluarga Jokowi akan kena kalau Presiden RI nomor delapan memutuskan akan melakukan radical break,” tandasnya.
Sebelumnya, Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, membongkar terkait langkah cepat KPK dalam menggelar OTT itu.
Ia menyebut bahwa penindakan di Medan semestinya merupakan bagian dari operasi yang telah lebih dulu dipantau dan dirancang oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), namun KPK justru lebih dulu bergerak.
"Saya dapat info kalau OTT Medan Sumut itu awalnya sudah dirancang Jakgung," kata Ferdinand di X @ferdinand_mpu (1/7/2025).
Ferdinand bilang, operasi itu sudah menjadi target pengawasan Kejagung dalam beberapa waktu terakhir.
Namun, ia menduga adanya kebocoran informasi yang membuat KPK tiba-tiba bertindak lebih cepat.
"Sudah dipantau beberapa waktu. Tapi bocor dan tiba-tiba KPK geruduk duluan," ucapnya.
Ferdinand bahkan secara terbuka mempertanyakan motif di balik langkah cepat KPK, mengaitkannya dengan upaya untuk melindungi Gubernur Sumut, Bobby Nasution yang merupakan menantu mantan Presiden Jokowi.
"Apakah KPK mendahului untuk mengamankan sang mantu?" cetusnya.
Ferdinand tidak kuasa menahan emosinya dengan memberikan kritik keras terhadap lembaga antirasuah tersebut.
"Ah, KPK memang ternak Mulyono," kuncinya.
KPK 'Ciut' Periksa Bobby Nasution, Mahfud MD Sebut Lembaga 'Titipan' hingga 'Boneka'!
NARASIBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai 'ciut' memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di wilayahnya.
Kasus itu terungkap usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Pun, Bobby Nasution dikaitkan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatra Utara ini.
Hal ini menyusul penetapan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, sebagai tersangka oleh KPK.
Menyoal itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga meyakini KPK tidak berani.
"Saya tidak melihat Bobbynya ya, (tapi) melihat KPK-nya. KPK ini sekarang, akhir-akhir ini kan kelihatan tidak lagi menarik ya sambutan publik, sorak-sorai publik itu untuk KPK sudah tidak seperti dulu. Malah sekarang sorak-sorak publik pindah ke Kejaksaan Agung," kata Mahfud dalam sebuah wawancara, Jumat (11/7/2025).
Menurut Mahfud, hal ini dikarenakan opini publik memandang KPK saat ini adalah 'KPK titipan' untuk menyortir perkara yang boleh dan tidak untuk diungkap.
"Melihat itu maka mungkin, mungkin ya, agak sulit membayangkan, tapi mudah-mudahan saya salah, agak sulit membayangkan KPK itu akan melibatkan Bobby, akan memanggil, memeriksa apalagi menersangkakan," beber Mahfud.
"Tentu jawaban Bobby standar kan kalau 'saya dipanggil siap hadir', ya tidak ada orang yang tidak, presiden sekalipun akan selalu mengatakan kalau saya perlukan, saya datang, kan gitu," timpal Mahfud.
Dirinya pun mengaku belum bisa membayangkan KPK akan memanggil Bobby.
"Apalagi melibatkannya dalam kasus ini. Ini objektif saya, mungkin banyak orang berpikir, "wah, kalau begitu nggak benar hukumnya'. Terserah orang mengatakan apa, tapi ini pandangan saya dari sudut politis," lanjut Mahfud.
Hal ini, menurut Mahfud, menjadi momentum bagi KPK untuk mengembalikan kepercayaan publik.
"KPK akhir-akhir ini sedang berusaha untuk memulihkan dirinya dari persepsi publik bahwa dia lembaga titipan, lembaga boneka dan sebagainya."
"Dan momentumnya sedang ada. Karena secara politis bagaimanapun kita melihat Pak Jokowi tidak sekuat dulu lagi cengkeramannya. Sehingga ke yang lain gak nyengkeram, ke KPK juga cengkeramannya sudah lemah sehingga dia bisa masuk ke urusan Medan," jelas Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menyarankan KPK untuk tidak ragu memanggil Bobby apabila diperlukan.
"Kalau KPK memang begitu mestinya dia segera panggil Bobby Nasution. Dan menurut saya dalam sebulan terakhir ini KPK lumayan loh sudah mulai berani kan," katanya.
"Mantan gubernur sudah mulai dipanggil, ada penangkapan di sana di sini. Dan yang terakhir yang bagus itu menurut saya ya, Sekretaris Mahkamah Agung begitu bebas ditangkap lagi," sambung Mahfud.
Mahfud pun berharap agar KPK bisa bangkit menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
"Mudah-mudahan ini terus agar dia (KPK) bangkit lagi gitu sebagai sebuah lembaga yang dulu pernah sangat legendaris lah sampai sekarang ya."
"KPK 10 tahun lalu dan sebelumnya tuh kan hebat banget ya. Sekarang sudah tenggelam. Mestinya dia harus bangkit. Harus dia yang bangkit menunjukkan keberaniannya," imbuh Mahfud.
KPK sebelumnya menyatakan bahwa tidak akan mencari-cari kesalahan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di wilayahnya.
Namun jika ditemukan dugaan keterkaitan maka tidak ada alasan untuk tidak memeriksa menantu Joko Widodo alias Jokowi itu.
Fokus utama penyidik saat ini adalah menyelesaikan pokok perkara secara objektif dan cepat.
Adapun proses penyidikan baru berjalan kurang dari 2 minggu, sehingga seluruh perhatian diarahkan untuk membuktikan unsur-unsur utama dugaan korupsi terlebih dahulu.
"Penyidik fokus kepada perkara pokoknya dulu. Karena ada masa penahanan selama 20 hari dan kemungkinan perpanjangan 40 hari. Jangan sampai masa penahanan habis, sementara perkara belum jelas," kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Pun, Setyo memastikan KPK akan bertindak secara profesional dan tidak akan melibatkan seseorang bila tidak memiliki relevansi terhadap kasus.
“Sampai sekarang belum ada rencana pemanggilan Bobby Nasution. Jika hasil pemeriksaan saksi dan tersangka menunjukkan ada keterkaitan, tentu akan dipanggil, tetapi kalau tidak ada, ya kami tidak akan mencari-cari,” kata Setyo.
Setyo Budiyanto kembali menekankan, jika Bobby Nasution benar-benar tidak terkait, maka tidak akan ada alasan memanggilnya hanya karena tekanan publik atau opini.
“KPK tidak bekerja berdasarkan persepsi publik. Kami bekerja berdasarkan alat bukti dan kebutuhan penyidikan,” pungkas Setyo.
👇👇
Seperti dugaan saya : Bobby, kau aman !!! https://t.co/SygAs0xm8o
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) July 10, 2025
Seperti saya katakan : Bobby kau aman !!! https://t.co/glY0mFvIqz pic.twitter.com/cfJ1GndCu1
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) July 11, 2025
Sebelumnya KPK menetapkan lima tersangka, di antaranya mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, PPK Satker PJN Wilayah I Heliyanto, Direktur Utama PT DNG M Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT RN M Rayhan Dulasmi Pilang.
Di lain sisi, penyidik KPK telah menggeledah rumah Topan Obaja Ginting di Medan pada 2 Juli 2025 menghasilkan temuan mengejutkan.
Selain dua pucuk senjata api, KPK juga menemukan uang tunai sebesar Rp 2,8 miliar yang diduga berasal dari pengaturan proyek.
Adapun perkara ini melibatkan dua proyek infrastruktur besar di Sumatera Utara, yakni pembangunan Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.
Jumlah anggaran proyek mencapai Rp 231,8 miliar.
KPK menduga Topan Obaja Ginting mengatur pemenang lelang agar mendapat keuntungan ekonomi pribadi.
Ia dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak kontraktor pemenang proyek.
Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta, yaitu Akhirun dan Rayhan, telah menarik dana sebesar Rp 2 miliar yang diduga disiapkan untuk disalurkan kepada pejabat yang membantu mereka memenangkan proyek.
Dalam penanganan kasus ini, KPK ingin memastikan bahwa seluruh proses berjalan transparan, berdasarkan bukti, bukan asumsi.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Nasib Zaenal Mustofa Eks Penggugat Ijazah Jokowi, Dituntut 2 Tahun 3 Bulan Penjara
Hotman Paris: Seharusnya Jokowi Tersangka Korupsi Impor Gula!
KPK Terima 350 Surat Warga Pati Minta Bupati Sudewo Ditangkap
Penyidik Cecar Bupati Sudewo Soal Aliran Uang Korupsi Proyek Kereta