Fakta Baru Korupsi Kuota Haji: Yaqut Terima 7 Juta Per Hari!

- Minggu, 14 September 2025 | 02:05 WIB
Fakta Baru Korupsi Kuota Haji: Yaqut Terima 7 Juta Per Hari!




NARASIBARU.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, kembali menyodorkan bukti tambahan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 yang menyeret nama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ).


Dokumen yang diserahkan berupa Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani eks Sekretaris Jenderal Kemenag, Faisal. 


SK tersebut berisi penugasan sejumlah pegawai sebagai pengawas operasional haji 1445 H/2024 M, dengan mencantumkan nama Yaqut beserta beberapa staf khususnya.


Boyamin menilai langkah itu bermasalah karena Yaqut sejatinya sudah memegang peran sebagai Amirul Hajj—pemimpin misi haji yang bertugas memastikan pelaksanaan ibadah haji berjalan lancar. 


Dengan posisi tersebut, kata Boyamin, Yaqut tak seharusnya sekaligus merangkap sebagai pengawas.


“Menag dan staf khusus tidak boleh jadi pengawas. Apalagi, Menag sudah dijadikan Amirul Hajj, dengan fasilitas negara yang mencakup akomodasi dan uang harian,” ujar Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/9/2025).


Ia juga menduga Yaqut menerima uang harian tambahan sebagai pengawas sebesar Rp7 juta per hari. 


“Kalau 15 hari, hitung saja berapa totalnya. Persoalan utamanya bukan hanya soal anggaran ganda, tapi juga pelanggaran aturan karena jabatan itu tak boleh dirangkap,” tegasnya.


Boyamin menjelaskan bahwa sesuai UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji, fungsi pengawasan eksternal mestinya dijalankan oleh DPR, BPK, dan BPKP, sementara pengawasan internal dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) seperti Inspektorat Jenderal Kemenag.


Kasus dugaan korupsi kuota haji ini sendiri telah masuk tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 melalui sprindik umum, meski KPK belum menetapkan tersangka. 


Nilai kerugian negara diperkirakan menembus lebih dari Rp1 triliun.


Dugaan praktik rasuah berawal dari adanya tambahan kuota 20.000 jemaah yang diberikan Arab Saudi setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas setempat pada 2023. 


Kuota tambahan itu kemudian dituangkan dalam SK Menag bertanggal 15 Januari 2024.


Dalam aturan tersebut, 10.000 kuota dialokasikan untuk haji reguler dan 10.000 sisanya untuk haji khusus. 


Dari kuota khusus, 9.222 diperuntukkan jemaah dan 778 bagi petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta. 


Sementara kuota reguler disalurkan ke 34 provinsi, dengan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menjadi penerima terbanyak.


Namun, skema pembagian itu dinilai bertentangan dengan ketentuan dalam UU 8/2019 yang mensyaratkan 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus. 


Celah inilah yang kemudian memunculkan praktik jual-beli kuota oleh oknum pejabat Kemenag bersama asosiasi travel.


Harga yang dipatok untuk mendapatkan kuota khusus tersebut berkisar antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kursi, atau sekitar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta. 


Uang hasil setoran travel lalu digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan yang kini telah disita KPK dengan nilai mencapai Rp6,5 miliar.


Akibat praktik ini, sekitar 8.400 calon jemaah reguler gagal berangkat meski telah lama menunggu giliran, karena kuotanya justru dialihkan ke jalur khusus yang dikelola travel.


Sumber: Republika

Komentar