Bagi mereka yang sedang tidak bekerja, hal itu berarti mengorbankan sebagian dari uang makan mereka, bahkan menjual barang milik pribadi untuk bisa mendapatkan akses ke pengadilan.
Permohonan perkara ini fokus pada Pasal 82 dan frasa "putusan Pengadilan Hubungan Industrial" pada Pasal 97 UU PPHI. Pasal 82 menyatakan batas waktu satu tahun untuk mengajukan gugatan PHK, sementara Pasal 97 mengatur putusan pengadilan terkait perselisihan hubungan industrial.
Dalam argumennya, pemohon menyebutkan bahwa biaya perkara di Pengadilan Hubungan Industrial dapat menjadi beban berat bagi buruh.
Terutama ketika putusan mengharuskan pihak yang kalah membayar biaya perkara, namun dalam pelaksanaannya, hal ini seringkali tak terwujud.
Baca Juga: Celine Dion Batal Tur Dunia Karena Sindrom Orang Kaku
Pemohon MK menyimpulkan bahwa Pasal 82 UU PPHI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, frasa "putusan Pengadilan Hubungan Industrial" dalam Pasal 97 dianggap bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak memuat kewajiban untuk menetapkan penerima pembayaran biaya perkara.
Kisah yang diungkapkan oleh para buruh ini menjadi cerminan pahit tentang tantangan yang mereka hadapi dalam meraih keadilan di ranah hukum.
Sidang di MK menjadi panggung utama di mana realitas pahit ini terungkap, menyoroti urgensi perlindungan hak-hak pekerja dalam sistem hukum yang adil dan inklusif.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: teropongpolitik.com
Artikel Terkait
Khawatir Diganggu, Subhan Palal Rahasiakan Saksi Ahli Ijazah Gibran
UAS Bantah Gubernur Riau Kena OTT KPK, Cuma Dimintai Keterangan Katanya
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut terkait Kasus Whoosh
Kasus Ijazah Jokowi Masuk Babak Baru, Selangkah Lagi Ada Tersangka