"Sehingga tidak menimbulkan dualisme keberpihakan dalam politik, dalam bersepak bola" katanya.
Baca Juga: Peringati Malari, Muncul Malawi: Malapetaka Keluarga Jokowi
Namun, dalam Pilpres 2024, dia berada di tengah gelanggang politik. Seolah sebagai pemain sepak bola, dia berada dalam satu klub maka dia harus bermain profesional dan optimal.
"Saya harus membela tim saya, harus jadi pemenang. Bisa jadi saya harus mundur menjaga pertahanan agar tidak kebobolan. Saya juga harus mendorong ke tengah, kemudian ke jantung lawan agar bisa menggolkan," tandasnya.
Dalam konteks politik, dengan posisinya saat ini sebagai Waketum DPP Partai Gerindra, mau tidak mau Kang Dedi Mulyadi harus membela Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Baca Juga: Ganjar Langsung Komentar Pohon Tumbang di Depan Rumah Prabowo: Apa Tanda-tanda Alam?
Kang Dedi pun menyadari ada rasa kecewa dari pengikut di media sosial yang memiliki pilihan berbeda dalam Pilpres. Seperti dalam sepak bola, pengikutnya mungkin mendukung kesebelasan lain, yang jadi kompetitor dari kesebelasan yang dibela Kang Dedi.
"Karena punya calon yang beda, maka ucapan saya, tindakan saya memberikan rasa kecewa," terang dia.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: pengabar.com
Artikel Terkait
Mulai 1 Februari 2025, Elpiji 3 kg Tak Lagi Dijual di Pengecer
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Prihatin Soal Konflik PKB vs PBNU, Komunitas Ulama dan Nahdliyin Keluarkan 9 Rekomendasi
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!