GP Ansor Protes Larangan Pakai Seragam Loreng Mirip TNI/Polri: Logikanya Pemerintah Bermasalah

- Senin, 23 Juni 2025 | 22:45 WIB
GP Ansor Protes Larangan Pakai Seragam Loreng Mirip TNI/Polri: Logikanya Pemerintah Bermasalah


NARASIBARU.COM - 
Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mengkritik balik pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), atas kebijakan larangan ormas mengenakan seragam mirip TNI/Polri dan Kejaksaan maupun lembaga negara lainnya.   

Mereka mempertanyakan sikap pemerintah yang dinilai kontradiktif, terutama dalam penggunaan atribut militer oleh unsur sipil dalam kegiatan resmi negara.

Sebab, Kemendagri justru menggelar acara pembekalan atau retret kepala daerah hasil Pilkada 2024 dan para menteri Prabowo Subianto di Akademi Militer (Akmil) Magelang dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, dengan mengenakan seragam full ala militer TNI. 

Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor, Dwi Winarno, menjelaskan bahwa motif loreng pada seragam Banser bukan sekadar gaya militer, melainkan warisan sejarah dari para kiai sejak era 1960-an.

Ia menegaskan bahwa corak tersebut disetujui langsung oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menjabat Ketua Umum PBNU.

Dwi menyoroti sikap pemerintah yang dinilai tidak konsisten dan kontradiktif. 

Ia menyebut kegiatan seperti retret para kepala daerah dan menteri kabinet dengan seragam ala militer justru menunjukkan bahwa unsur militeristik juga dipakai oleh institusi negara sendiri.

“Pada saat retret kepala daerah justru sipil sekarang dimiliterisasi menggunakan seragam ala tentara. Ini logikanya menurut saya terlalu bermasalah pemerintah ini,” ujar Dwi kepada Tribunnews.com, Kamis (19/6/2025).

Belum lagi adanya peraturan untuk seragam satpam yang diganti menjadi warna cokelat ala anggota Polri. 

Menurut Dwi, hal itu menunjukkan pemerintah lah yang mempengaruhi sipil untuk menggunakan atribut itu.

Minta Pemerintah Dialog Terbuka, Bukan Tegas Sepihak


Meski demikian, GP Ansor menyatakan siap mematuhi aturan pemerintah.

Namun, mereka berharap ada ruang dialog untuk menjelaskan makna simbolik seragam Banser yang sudah mengakar secara kultural dan historis.

“Kami tunggu arahan. Tapi penting juga membuka ruang komunikasi agar tidak salah tafsir terhadap sejarah dan simbol kami,” ujar Dwi.

Seragam Mirip Aparat Dilarang, Kepala Daerah Diminta Bertindak Tegas


Pemerintah menegaskan larangan penggunaan seragam yang menyerupai aparat penegak hukum oleh ormas, menyusul maraknya temuan ormas yang mengenakan atribut mirip TNI, Polri, dan Kejaksaan di berbagai daerah.

Kemendagri memerintahkan seluruh kepala daerah di Indonesia untuk menindak tegas ormas yang melanggar aturan tersebut, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas)..

“Kepala daerah wajib menertibkan ormas yang mengenakan atribut serupa aparat penegak hukum. Ini sudah diatur dalam Pasal 59 dan 60 UU Ormas,” ujar Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, Selasa (18/6/2025).

Penegasan serupa disampaikan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar.

Menurutnya, meskipun kebebasan berserikat dan berkumpul dijamin oleh konstitusi, aktivitas ormas tetap dibatasi oleh hukum.

“Berserikat dijamin, tapi dibatasi oleh hak warga negara lain sebagaimana Pasal 28J UUD 1945 dan UU Ormas. Tidak boleh memakai pakaian mirip jaksa, polisi, atau TNI. Itu harus ditertibkan,” tegas Bahtiar.

Kemendagri menilai penggunaan atribut menyerupai aparat dapat menyesatkan publik, melemahkan kewibawaan institusi negara, dan membuka ruang penyalahgunaan otoritas oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

Larangan ini, menurut Kemendagri, bukan sekadar soal simbolik, tetapi langkah preventif untuk menjaga ketertiban umum dan melindungi marwah institusi penegak hukum.

“Kami ingin memastikan tidak ada ormas yang mengambil alih fungsi simbolik negara. Ini penting agar masyarakat tidak terkecoh dan institusi tetap dihormati,” tambah Bahtiar.

Pemerintah meminta seluruh kepala daerah sigap menindaklanjuti imbauan ini dan memastikan seluruh ormas di wilayahnya tidak melanggar batas hukum dalam menjalankan aktivitas sosial maupun kulturalnya.

Sumber: tribunnews

Komentar