Jokowi Hanya Gencar Bangun Infrastruktur, Manusianya Dilupakan!

- Rabu, 17 Mei 2023 | 16:01 WIB
Jokowi Hanya Gencar Bangun Infrastruktur, Manusianya Dilupakan!
NARASIBARU.COM - Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, angka harapan hidup manusia di Indonesia, mengalami penurunan. Berkebalikan dengan infrastruktur yang tumbuh pesat di era Presiden Jokowi.


Pernyataan kritis ini, dia sampaikan dalam dikusi daring Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia bertajuk Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (16/5/2023). 


“Yang saya kaget adalah saya belum ingat datanya. Semakin ke sini, manusia (Indonesia) semakin tidak berarti. Jadi, yang tumbuh infrastrukturnya. Tetapi, manusianya enggak,” ujar Faisal.


Lebih lanjut, Faisal menjelaskan, angka harapan hidup manusia Indonesia, mengalami penurunan. Saat ini angkanya 67 tahun, sedangkan pada 2019 mencapai 70 tahun. 


“Angka harapan hidup di ASEAN, Indonesia cuma lebih tinggi ketimbang Myanmar,” imbuhnya.


Bahkan, kata dia, angka harapan hidup Indonesia kalah dengan negara yang dahulunya bagian dari Indonesia, yakni Timor Leste. 


“Kan membangun itu, negara semakin maju, semakin panjang umur manusianya. Karena, gizi makin bagus, kematian menurun. Nah, angka harapan hidup manusia Indonesia turun dari 70 tahun pada 2019, menjadi 67 pada tahun ini,” ungkapnya.


Selain itu, kata Faisal, angka harapan hidup di Indonesia turun dan terburuk kedua di ASEAN, setelah Myanmar. 


“Jadi tidak ada alasan lagi. Kita mengalami deselerasi pembangunan, dan kemunduran pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kualitas hidup rakyat,” tegasnya


Beberapa waktu lalu, World Bank merilis penurunan angka harapan hidup di Indonesia. 


Di negeri terpadat keempat di dunia, dengan populasi sebanyak 273 juta, angka harapan hiup turun sejak 2015-2020, dari 68,8 tahun menjadi 67,7 tahun.


Turunnya angka harapan hidup ini, merupakan cerminan dari turunnya kualitas kesehatan rakyat Indonesia. 


Yang dipicu beberapa hal, seperti rendahnya kemampuan masyarakat memenuhi nutrisi, buruknya layanan kesehatan, lingkungan serta gaya hidup. 


Ekonom Senior Faisal Basri: Kekayaan Alam Dikuasai Oligarki, Pribumi Terpinggirkan!


Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut adanya pergeseran monopoli ekonomi era Orde Baru (Orba) ke Reformasi. Dulu konglomerasi kini berubah menjadi oligarki.


Hal itu disampaikan Faisal dalam diskusi daring yang diinisiasi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia bertajuk Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (16/5/2023).


“Sekarang kita lihat, konglomerasi berubah bentuk menjadi oligarki. Karena sentimen anti China. Nah, sekarang giliran pribumi dong,” kata Faisal.


Selain itu, lanjut Faisal, ketika Soeharto (Orba) berkuasa, konglomerat tidak bisa menguasai kekayaan alam. Saat ini, kondisinya berbalik seratus delapan puluh derajat. 


“Waktu itu (Orba), konglomerat tidak menguasai sumber daya alam, seperti sekarang. Sumber daya alam tetap dikuasai negara. Jadi, tidak seperti saat ini,” kata Faisal.


Ambil contoh Pertamina, di zaman dulu (Orba), kepemilikannya dikuasai negara. 


Industri migas pelat merah ini, berfungsi sebagai operator maupun regulator. Sehingga wajar bila kontribusi Pertamina terhadap penerimaan negara, sangat signifikan.


Ketika sumber daya alam masih dalam genggaman negara, peluang memberikan kontribusi superjumbo, masih terbuka. 


“Sumbangan pajak Pertamina, bisa 60-70 persen. Ditambah preman pajak, dulu masih rendah,” kata dia.


Namun, kejadian itu hanya tinggal sejarah. Karena, sejumlah anak usaha Pertamina berencana masuk ke lantai bursa. 


Contoh lain adalah kekayaan alam berupa batu bara yang tidak memberikan kontribusi besar terhadap keuangan negara.


“Tahun lalu, ekspor batu bara kita mencapai Rp850 triliun. Namun pemerintah tidak kebagian banyak. Karena tak mengambil pajak ekspor, sehingga tidak ada windfall,” ungkapnya.


Dia mengatakan, 25 tahun bergulirnya reformasi, salah satu desakan yang mengemuka adalah implementasi otonomi daerah (otda). Kala itu, tingkat kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, sangat besar.


“Setelah 25 tahun reformasi, Jawa pun masih mendominasi. Bahkan lebih buruk dibandingkan sebelum reformasi. Artinya ini mundur,” kata Faisal.


Faisal juga menyebut tingkat kesenjangan ekonomi saat ini, semakin menjulang. 


Kelompok kaya di Indonesia yang hanya 1 persen dari total jumlah penduduk, mampu mengusaha 40 persen kekayaan alam. [IndonesiaToday/Inilah]

Sumber: inilah.com

Komentar