Salah satunya adalah soal partai politik yang mematok Rp 5 triliun sebagai "harga jual" dukungan di Pilpres 2024 mendatang.
"Sebelum pulang, Prof Mahfud menyampaikan apakah saya dan teman-teman tidak mempertimbangkan tokoh lain sebagai capres? Beliau sebutlah satu nama. Saya bilang, 'Menarik'. 'Orangnya fair,' lanjut Prof Mahfud," ungkap Denny dalam keterangannya, Selasa (6/6).
Denny berpendapat, jika tokoh tersebut bisa menjadikan Mahfud MD sebagai cawapres, maka kontestasi Pilpres 2024 akan jadi lebih menarik.
Namun sayangnya, lanjut Denny, meski Mahfud punya arus dukungan yang kuat di kalangan masyarakat bawah, ia tak terlalu menarik bagi level atas partai politik.
"Satu lagi, saya tidak yakin Prof Mahfud punya dana. Saya bisa jadi salah. [Tapi] salah satu syarat menjadi paslon pilpres adalah logistik. Bukan miliaran, tapi triliunan rupiah," kata Denny.
"Ketika sang tokoh yang didukung Prof Mahfud mengatakan tidak memilih seorang pimpinan sebagai cawapres, tapi masih membutuhkan parpolnya sebagai rekan koalisi, sang ketum menyebut angka Rp 5 triliun sebagai harga jual partainya," - Denny Indrayana.
Denny menyebut, jika pemilihan presiden di Indonesia masih bersifat transaksional, salah-salah rakyat terjebak bukan pada presiden pilihan mereka tapi pada presiden pilihan uang.
Karena itulah masyarakat harus memperjuangkan kedaulatan rakyat melawan kedaulatan uang.
"Salah satunya dengan memastikan Mahkamah Konstitusi tidak mengebiri suara rakyat pemilih, dengan mengubah sistem proporsional terbuka, menjadi proporsional tertutup," tegasnya.
Cuitan Denny Indrayana soal Putusan MK
Artikel Terkait
Begini Tanggapan Ignasius Jonan Soal Utang Whoosh usai Temui Prabowo
Budi Arie Bantah Projo Singkatan Pro Jokowi, Jejak Digital 2018 Justru Dia Jelas-jelas Ngomong Gitu
Presiden Prabowo Panggil Eks Menhub Ignasius Jonan ke Istana, Bahas Polemik Whoosh?
KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid