VIRAL Beredar Simpatisan PWI-LS Sebut Para Habib Golongan Setan Desa & Setan Kota: Mereka Harus Dihancurkan!

- Senin, 11 Agustus 2025 | 12:40 WIB
VIRAL Beredar Simpatisan PWI-LS Sebut Para Habib Golongan Setan Desa & Setan Kota: Mereka Harus Dihancurkan!




NARASIBARU.COM - Gelombang percakapan panas tengah melanda kawasan Pantura, khususnya di Tegal, Pekalongan, Demak, Pati, dan Rembang


Penyebabnya adalah beredarnya pesan provokatif yang menyebut “Habib setan desa dan setan kota perlu diganyang”, yang dikaitkan dengan simpatisan Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah (PWI-LS). 


Pesan tersebut menyebar cepat melalui grup-grup WhatsApp dan media sosial, memantik keresahan di tengah masyarakat.


Menurut pantauan, pesan tersebut mulai beredar sejak akhir pekan lalu di beberapa grup WhatsApp komunitas lokal. 


Bentuknya beragam — mulai dari teks singkat, gambar dengan tulisan provokatif, hingga rekaman suara yang mengulang kalimat serupa. 


Dalam beberapa unggahan, identitas pengirim dikaitkan dengan PWI-LS, meski tanpa ada tanda bukti resmi bahwa itu berasal dari struktur organisasi.


Seorang tokoh masyarakat di Pekalongan yang meminta namanya disamarkan mengatakan, pesan itu mulai ramai dibicarakan setelah di-forward berkali-kali dari satu grup ke grup lain.


“Awalnya cuma muncul di grup kecil, tapi karena kalimatnya keras dan menyebut ‘habib’, langsung bikin heboh. Orang jadi saling kirim, saling tanya ini siapa yang ngomong,” ujarnya.


Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah dikenal sebagai organisasi yang mengklaim mengusung misi pelestarian sejarah Walisongo dan menjaga marwah tradisi keagamaan tertentu. 


Mereka memiliki beberapa Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang aktif, salah satunya di Demak, dan kerap menggelar deklarasi serta pelantikan pengurus.


Namun, di luar kegiatan resmi, nama PWI-LS pernah mencuat di media sosial karena pernyataan tegas bahkan kontroversial yang dinilai konfrontatif oleh sebagian pihak.


Beberapa simpatisannya dikenal lantang di forum-forum publik, termasuk di dunia maya.


Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pusat PWI-LS yang mengonfirmasi atau membantah bahwa pesan “habib setan desa dan setan kota perlu diganyang” merupakan arahan organisasi. 


Sejumlah pengurus daerah juga belum memberikan tanggapan publik.


Seorang pengamat sosial media di Semarang menilai, perlu hati-hati membedakan antara pernyataan individu simpatisan dengan sikap resmi organisasi.


“Kalimat ini bisa saja ucapan spontan anggota atau simpatisan, tapi ketika dia mengatasnamakan kelompok, publik bisa langsung menganggap ini sikap organisasi. Itu berbahaya,” jelasnya.


Di Demak, sejumlah tokoh agama mengaku khawatir pesan ini memicu ketegangan horizontal. 


Salah satu habib yang namanya tidak mau disebutkan mengimbau umat untuk tidak terpancing emosi.


“Jangan kita balas provokasi dengan provokasi. Kalau ada yang menuduh, itu urusan hukum. Kita jangan terjebak permainan orang yang ingin kita bentrok,” katanya.


Sementara di Pati dan Rembang, beberapa ormas lokal dilaporkan mengadakan pertemuan tertutup untuk membahas langkah antisipasi. 


Aparat kepolisian setempat dikabarkan sudah memonitor situasi, meskipun belum ada rilis resmi terkait langkah hukum.


Ungkapan “perlu diganyang” jelas mengandung nada kekerasan dan berpotensi memicu konflik fisik. 


Apalagi, istilah “habib” merujuk pada figur agama yang memiliki basis pengikut besar. 


Dalam konteks sosial Pantura, gesekan semacam ini bisa cepat meluas.


Tokoh masyarakat, aparat keamanan, dan pengurus PWI-LS — baik pusat maupun daerah — diminta segera memberi klarifikasi resmi. 


Hal ini penting agar publik mengetahui duduk persoalan dan tidak terjebak dalam berita yang belum tentu benar.


Selain itu, aparat penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal terkait ujaran kebencian di KUHP atau UU ITE jika terbukti ada unsur penghasutan atau ancaman kekerasan.


Beberapa ustaz dan pengasuh pesantren di wilayah tersebut mulai mengedarkan imbauan damai, menyerukan agar masyarakat tidak terprovokasi. 


Di media sosial, juga muncul gerakan counter-narrative dengan tagar #PanturaDamai.


Kasus beredarnya pesan provokatif yang dikaitkan dengan simpatisan PWI-LS ini menjadi pengingat betapa cepatnya informasi bisa memicu ketegangan di masyarakat. 


Klarifikasi cepat, penegakan hukum, dan kesadaran publik untuk memilah informasi menjadi kunci agar situasi tetap kondusif di Pantura.


Sumber: SuaraNasional

Komentar