Akademisi Ubedilah Badrun menyebut bahwa proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta – Bandung membahayakan negara.
Pasalnya, proyek strategis nasional itu kini harus berujung dengan beban utang yang sangat berat.
“Saya melihat pada akhirnya ini sangat membahayakan sebetulnya dalam konteks negara. Karena bagaimana sebuah proyek yang oleh Joko Widodo saat itu sebagai proyek strategis nasional, kemudian berujung kepada beban utang yang sangat berat,” ujar Ubed, dikutip dari youtube Forum Keadilan TV, Selasa (14/10/25).
Ubed menyebut bahwa utang yang sudah ratusan triliun itu justru disusul lagi dengan kerugian setiap tahunnya.
“Sudah punya utang yang lebih dari Rp 100 Triliun proyek ini, disaat yang sama ketika proyek ini sudah berjalan itu justru rugi. Jadi sudah utang sekian banyak ditambah setiap tahun kita rugi, hampir Rp 4,1 Triliun,” jelas Ubed.
Dengan perhitungan yang dianggap kurang matang itu, Ubed menyebut bahwa bisnis Kereta Api Cepat ini sangat tidak masuk akal.
“Jadi ini sebenarnya bisnis yang tidak masuk akal, makanya waktu itu saya termasuk yang menolak. Ini bukan skala prioritas, rugi banyak,” sebutnya.
“Jadi bagaimana kita bisa mengembalikan utang, sementara setiap tahun rugi terus. Dan ini akan terus, dan akan menjadi bom waktu. Jadi saya kira ya berbahaya negara kalau begini,” imbuhnya.
Sementara itu soal statement Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak untuk membayar utang Whoosh dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Ubed justru membenarkan.
Menurut Ubed, dari kesepakatan awal, Proyek Kereta Api Cepat ini memang murni bisnis Perusahaan China dengan BUMN.
“Saya tidak mengatakan bahwa urusan utang kereta cepat Jakarta – Bandung itu tidak dapat dibenarkan kalau ditanggung oleh APBN,” ujarnya.
“Saya kira logis begitu, karena awal mula Kereta Cepat ini dibangun itu bukan atas inisiatif penggunaan APBN di dalam proses negosiasinya. Tetapi itu memang betul bisnis to bisnis, jadi antara Perusahaan China kemudian dengan BUMN jadi kereta cepat Indonesia China, KCIC,” sambungnya.
Sehingga Ubed menyebut bahwa tanggungan ini seharusnya diselesaikan oleh BUMN dan bukan oleh negara.
“Dari situ sebetulnya logikanya adalah memang ini urusan Lembaga bisnis antar negara, bukan negara dengan negara,” ujarnya.
“Karena itu hubungan dengan BUMN, maka BUMN yang harus menanggung perkara utang yang ratusan trilliun itu kepada China Development Bank. Jadi itu memang tanggung jawab BUMN kita,” imbuhnya.
Ubed menyimpulkan bahwa pendapat Purbaya soal Danantara yang harus menyelesaikan masalah ini, adalah sebuah pikiran yang rasional, mengingat BUMN sudah menjadi satu kendali dengan Danantara.
“Nah karena BUMN ini sudah dijadikan satu dalam kendali Danantara, maka sebetulnya Danantara ini punya kewajiban itu menyelesaikan perkara itu,” terangnya.
“Jadi saya kira ya rasional lah, kalau Purbaya mengatakan itu,” imbuhnya.
Sumber: suara
Foto: Kedatangan kereta cepat Whoosh di peron Stasiun Whoosh Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (29/1/2025). ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Artikel Terkait
Bom Waktu Kereta Cepat Whoosh, Jokowi Ditagih Tanggung Jawab Utang Rp118 T dan Rugi Triliunan
Pemerintah Cabut PIK 2 dari PSN, Pengamat: Prabowo Mulai Lucuti 9 Naga
Fakta Pembunuhan Anti Puspita Sari, Ibu Hamil Tewas Usai Check In Hotel dengan Pria Lain, Suami Syok
PSI Tunda Spill Nama Bapak J, Takut Kalah Viral dari Menkeu Purbaya?