Karena publik bangsa ini omon omon membantu Presiden Prabowo dalam mengantisipasi "Gibran menuju RI 2." yang mereka sendiri (publik) mengatakan adalah "cacat konstitusi."
Padahal nyata dalam kasus whoos negara melalui menteri keuangan, mengatakan publis menolak keras utang BUMN dibayarkan oleh negara, karena realitas track record mengungkap berbagai keanehan.
Tentunya penguluaran untuk kebutuhan projek kereta api cepat yang prinsipnya mesti efisiensi (presisi) untuk kebutuhan rakyat, harus lebih dulu dipertanggugjawabkan secara akuntabilitas.
Namun tak lama statemen menkeu Purbaya dipatahkan oleh Presiden RI dengan mimik (body laguange) yang bukan karakternya. Diantaranya mirip jiplak '(fotocopian)' atau seolah didikte causa over macht, karena berdalil, "whoos untuk mencegah kemacetan".
Maka tanda tanda apalagi yang dibutuhkan oleh rakyat bangsa ini yang nyata terus tertidur lelap karena ketakutan dan gemetar melawan kebatilan, dan kelebihan mimpi janji (fly on the air) pelaksanaan UMKM yang omon omon.
Karena apa? Tidak ngeh negara tentunya sibuk bahkan kewalahan melaksanakan tehnis terlebih menutupi kebutuhan financial program MBG yang memang urgensi (force meyeur) sehingga penguasa istana mesti fokus.
Maka sepatutnya jangan heran kenapa masa lalu nusantara dalam tempo lama dikuasai kolonialis, walau akhirnya merdeka, namun pasca mengorbankan banyak darah bangsa ini yang sia-sia maupun yang mati mulia.
Analoginya, sementara sosok Eggi yang hijrah namun tetap melawan, atau "beda jenis perlawanan" malah dituduh menerima uang oleh para sosok hasutan "para banci tampil maupun banci sembunyi (playing victim)", yang tak mau berpikir atau tidak sanggup berpikir atau "malas mengasah makna iqra". (*)
Artikel Terkait
Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW
KPK Duga Istri Kasat Lantas Polres Batu Tahu Aset Korupsi Heri Gunawan
Kini Enjoy Jadi Petani, Narji Cagur Kisahkan Engkongnya Jadi Juragan Tanah di Tangsel
Rute Kirab Penobatan Raja Baru Keraton Solo, Gusti Purbaya Dilantik Jadi Pakubuwono XIV