Denny Indrayana: Gibran Cawapres dari Putusan Tak Beretika, Wajarnya Dibatalkan

- Rabu, 08 November 2023 | 13:30 WIB
Denny Indrayana: Gibran Cawapres dari Putusan Tak Beretika, Wajarnya Dibatalkan


NARASIBARU.COM - Ahli Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana menyebut dapat memahami, menghormati, tetapi pada saat yang sama juga menyesalkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Salah satunya yakni soal memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK terkait putusan gugatan usia capres cawapres.


"Memahami, karena Majelis Kehormatan punya keterbatasan kewenangan, tetapi menyesalkan karena Profesor Jimly Asshiddiqie melepaskan kesempatan mengukir sejarah membuat putusan monumental (landmark decision) yang menegakkan kembali hukum Indonesia yang seharusnya bermoral dan berkeadilan," kata Denny dalam keterangannya, Rabu (8/11).


Jika ada orang yang mempunyai kompetensi untuk menghadirkan keadilan konstitusional, maka sosok itu adalah Profesor Jimly Asshiddiqie—tentu bersama-sama dengan Profesor Bintan R. Saragih dan Yang Mulia Doktor Wahiddudin Adams. 


Karena itu, Denny bersyukur dan menaruh harapan besar ketika mengetahui Profesor Jimly diberi amanah sebagai Ketua MKMK.


Ia menilai kapasitas-intelektual Profesor Jimly jelas mumpuni. Integritas-moralnya nyata tidak terbeli. Sayangnya, kata dia, putusan MKMK masih terjebak hanya menghadirkan keadilan normatif, tetapi gagal melahirkan keadilan substantif. 


Sebenarnya hanya dibutuhkan inovasi hukum, dan sedikit bumbu keberanian, untuk menghadirkan solusi yang lebih efektif dan konstruktif.


"Hukum kita sudah sakit parah-sekarat. Menyembuhkannya tidak bisa dengan pengobatan biasa-biasa saja, tetapi perlu operasi besar yang memang meniti di antara jurang kehidupan dan kematian. Saat jantung keadilan tersumbat total lemak kolesterol "akal bulus dan akal fulus", maka harus ada tindakan akal sehat yang membelah dada, dan mem-bypass aliran darah, agar kembali lancar normal," urai Denny.


Sayangnya, lanjutnya, MKMK masih melakukan tindakan pengobatan biasa, dan membiarkan penyakit kanker hukum yang koruptif, kolutif, dan nepotis, tetap hidup dan tumbuh subur-menjalar, merusak sendi-nadi Pemilihan Presiden 2024 kita.


MKMK memilih menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan sebagai Ketua MK, padahal seharusnya pemecatan sebagai negarawan hakim konstitusi.


Ia menambahkan arena alasan menghindari banding, MKMK memilih hanya memberhentikan Anwar Usman dari posisi sebagai Ketua MK. Padahal aturannya dengan jelas-tegas mengatakan, pelanggaran etika berat sanksinya hanyalah pemberhentian dengan tidak hormat. 


Lagipula ada konsep hukum acara, uitvoerbaar bij voorraad, putusan bisa tetap dijalankan lebih dulu meskipun ada upaya hukum banding.


Putusan MKMK yang demikian adalah setengah jalan, separuhnya lagi tergantung kesadaran Anwar Usman. Setelah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat, yaitu melanggar Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, masih adakah sisa harga diri dan rasa malunya untuk bertahan. 


"Akan lebih pas jika Anwar Usman tahu diri dan mundur sebagai hakim konstitusi. Meskipun, terus terang saya tidak yakin, tindakan yang terhormat demikian akan dilakukan," katanya.


MKMK tidak tegas mendorong Mahkamah Konstitusi Secara Cepat Memeriksa Kembali Syarat Umur Capres-Cawapres



Halaman:

Komentar