Ia menjelaskan, dengan berlindung pada asas final and binding, MKMK membiarkan Putusan 90 yang dinyatakan lahir dari berbagai pelanggaran etika hakim konstitusi Anwar Usman tetap berlaku dan tidak mempengaruhi proses pendaftaran Pilpres 2024.
Sambil secara tidak tegas, MKMK mengisyaratkan akan ada putusan atas permohonan baru terkait syarat umur capres-cawapres yang akan disidangkan lagi oleh Mahkamah Konstitusi.
"Padahal, setiap asas hukum bukan kitab suci yang harus diberhalakan, apalagi dipertuhankan. Hukum selalu membuka ruang pengecualian, "exceptio probat regulam in casibus non exceptis", the exception confirms the rule in cases not excepted. There is an exception to every rule. Selalu ada pengecualian atas setiap prinsip hukum," jelasnya.
Maka, jikapun tidak bisa menyatakan Putusan 90 tidak sah, paling tidak MKMK menyatakan dengan tegas dalam amarnya, agar Mahkamah Konstitusi memeriksa kembali perkara 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU.
"Hal itu penting, justru untuk membuat pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak terus dipersoalkan karena hadir dari hasil putusan MK yang telah dinyatakan melanggar etika," katanya.
Menyatakan pertandingan Pilpres 2024 sudah dimulai dan aturan syarat tidak boleh lagi diubah, adalah tidak fair. Karena Putusan 90 sengaja dilakukan jauh terlambat, menjelang masa pendaftaran paslon. Maka, hanya menjadi fair, jika politisasi kelambatan waktu putusan 90 itu diseimbangkan dengan percepatan Putusan 90 tanpa hakim Anwar Usman yang melanggar etika.
"Saya dan Zainal Arifin Mochtar sudah memasukkan uji formil atas Putusan 90, jika saja ada niat, maka tidak sulit untuk MK memeriksa cepat formalitas uji syarat umur capres- cawapres, dan memutuskan sebelum batas penetapan paslon capres-cawapres oleh KPU di tanggal 13 November 2023."
"Hanya dengan demikian maka legitimasi konstitusional dan soal keabsahan pencawapresan Gibran Rakabuming Raka bisa dituntaskan," sambungnya.
Kata Denny, membiarkan Putusan 90 tetap berlaku, tanpa membuka ruang pemeriksaan kembali yang cepat, padahal ada Putusan MKMK yang mengatakan putusan itu dilahirkan dengan pelanggaran etika Anwar Usman, akan menyebabkan legitimasi pencawapresan Gibran akan terus-menerus dipersoalkan, bahkan membuka ruang impeachment, jikapun terpilih pada Pilpres 2024 yang akan datang.
Karena, putusan hukum yang hadir dengan pelanggaran etika, seharusnya batal moralitas hukumnya. "Leges sine moribus vanae", laws without morals (are in) vain. Laws without morality are meaningless. Tegasnya, hukum tanpa moralitas, tidak ada artinya, dan karenanya batal demi hukum.
"Jadi, Putusan MKMK belum tuntas menyelesaikan masalah. Masih menimbulkan komplikasi, akibat operasi dan solusi hukum yang setengah hati," tegas Denny.
Sebagai satu-satunya pelapor yang mengajukan laporan jauh sebelum Putusan 90 dibacakan, dan Teradu dalam dugaan pelanggaran etika advokat yang dilaporkan oleh sembilan hakim konstitusi—yang kesembilannya kemarin dijatuhkan sanksi etika oleh MKMK, Denny mengaku akan terus bersuara kritis atas pemanfaatan hukum oleh tangan-tangan kuasa dinasti yang terus cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
"Karena, jika sedari awal proses pencalonan tidak dipastikan berjalan dengan benar, maka saya sangat tidak yakin proses selanjutnya dan hasil Pilpres 2024 juga akan berjalan dengan jujur dan adil," katanya.
"Karena itu, setelah putusan MKMK ini, setelah bersama-sama Zainal Arifin Mochtar, mengajukan uji formil Putusan 90 ke MK, saya mempertimbangkan untuk menggugat pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, ini ke sengketa proses di Badan Pengawas Pemilu RI," tutup dia.
Sumber: kumparan
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Respons Keras Said Didu saat Prabowo Sebut Bertanggung Jawab atas Whoosh: Presiden Cabut Taring Purbaya!
Prof Henri Balik Badan Kritik Jokowi: Anaknya Belum Siap, Direkayasa Dipaksakan jadi Wapres
Saut Situmorang: Luhut jadi Dewa Penyelesaian Kebusukan Whoosh
Ekonom Deteksi Rencana Jahat di Proyek Whoosh Bengkak 1,2 Miliar USD