NARASIBARU.COM, MENTENG - Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyatakan jurnalis harus mendapat hak normatif sebagai pekerja kantor.
Muhaimin dalam acara Desak&Slepet AMIN diikuti daring di Jakarta, Senin (29/1/2024), menjawab pertanyaan seorang jurnalis, Ryan Setiawan, yang mengaku sempat diputus hubungan kerjanya atas dasar efisiensi, resah akan perlindungan kerja dan beban kerja, serta potensi kriminalisasi pada profesinya.
Muhaimin mengatakan jurnalis merupakan profesi yang spesial, sebab memiliki ruang lingkup kerja yang khusus, pola hubungan kerja yang khusus.
Baca Juga: Perjalanan Karir Syahrial: Dari Kepala Dinas Pariwisata Hingga Anggota DPRD DKI Jakarta
"Tapi sebagai pekerja biasa, tentu jurnalis sejak mulai masuk (kantor), sampai kemudian bekerja, harus mendapatkan yang namanya hak normatif," kata Muhaimin.
Ia menambahkan, sebagai profesi yang spesial, tentu seorang jurnalis memiliki berbagai kelebihan, berbeda dengan profesi-profesi yang lain.
Namun standar mulai dari tunjangan dan berbagai hak-hak normatif lainnya harus dipenuhi.
Baca Juga: Nomenklatur Libur Isa Almasih Resmi Ganti Jadi Yesus Kristus
Akan tetapi, kata Muhaimin, jika terjadi pola hubungan kerja yang bermasalah, maka harus diatasi tiga tahap yakni pertama dengan mediasi, berdialog antara pekerja jurnalis dan perusahaan.
AMIN akan dorong seluruh pekerja pekerja sektor informal yang diposisikan sebagai pekerjaan non-formal, ini kita dorong menjadi pekerja yang memiliki hak yang sama dengan sektor formal.
Menurut Muhaimin, 50 juta pekerja non-formal bukanlah angka kecil, dan bagaimanapun pengusaha juga butuh hidup.
"Pekerja juga tidak boleh diabaikan hak normatif nya, dari situlah kita mulai membahas kewajiban pemerintah, yaitu menjaga dan melindungi hak-hak normatif para pekerja kita," kata dia.
Sehingga, ketika solusi dialogis dua pihak sudah tidak mampu, maka tripartit bisa melibatkan pemerintah, yang menjadi bagian dari solusi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kemudian masuk ke solusi yang paling akhir peradilan, untuk mengatasi perbedaan pandangan tentang hak yang melekat pada seorang pekerja.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: porosjakarta.com
Artikel Terkait
Gaya Hidup Sosialita Ala Menteri Pariwisata, Diduga Minta Air Galon untuk Mandi Setiap Kunjungan ke Daerah
Profil Kompol Anggraini Putri, Polwan yang Diduga Terlibat Perselingkuhan dengan Irjen Khrisna Murti
Nasib Pilu Produsen Alsintan: Janji Dibeli 1.000 Unit oleh Jokowi Tak Ditepati, Kini Merugi dan Kena Beban Pajak pula
Kejanggalan Data Gibran di Situs KPU, dari ‘Pendidikan Terakhir’, Tak Bisa Diakses, hingga Berubah Jadi S1