NARASIBARU.COM - Kedatangan Prof Peter Berkowitz, akademisi asal Stanford University, pada Agustus 2025, rupanya menimbulkan efek domino yang tak terduga. Kehadirannya di Indonesia itu tidak hanya memicu perdebatan panas soal pandangan pro-Zionisnya. Namun, ternyata juga berimbas langsung pada pucuk pimpinan Nahdlatul Ulama (NU).
Dalam rapat pengurus harian Syuriah PBNU, diputuskan bahwa KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) diminta mundur dari jabatan ketua umum PBNU paling lambat tiga hari setelah menerima surat keputusan tersebut.
Siapa Peter Berkowitz?
Berkowitz saat ini menjabat sebagai Tad and Dianne Senior Fellow di Hoover Institution, sebuah think tank bergengsi di Stanford University yang dikenal luas karena penelitian soal kebijakan publik, ekonomi, kebebasan individu, dan keamanan global.
Di Hoover, ia aktif meneliti kewarganegaraan, sejarah militer kontemporer, serta membentuk generasi muda Amerika melalui The Public Interest Fellowship (TPIF), program dua tahun yang mengasah pemahaman soal demokrasi konstitusional dan kepemimpinan.
Perjalanan akademik Berkowitz dimulai di Swarthmore College dengan gelar BA Sastra Inggris, dilanjutkan MA Filsafat di Hebrew University of Jerusalem, Israel, dan akhirnya meraih JD Hukum serta PhD Ilmu Politik di Yale University. Dengan bekal ini, fokusnya menitikberatkan pada pemerintahan konstitusional, konservatisme, politik Timur Tengah, keamanan nasional, dan pendidikan liberal.
Selain mengajar dan meneliti, Berkowitz dikenal produktif menulis. Ia menjadi kontributor di RealClearPolitics, membahas isu-isu sensitif seperti konflik Israel-Hamas, agresi Iran terhadap Israel dan Barat, hingga perdebatan tentang posisi profesor konservatif di kampus Amerika.
Beberapa buku karyanya antara lain Explaining Israel: The Jewish State, the Middle East, and America, Constitutional Conservatism, dan Israel and the Struggle over the International Laws of War, memperkuat citranya sebagai pakar Zionisme, konservatisme, dan hukum internasional.
Nama Berkowitz tak hanya dikenal di dunia akademik. Pada periode pertama pemerintahan Presiden Donald Trump (2019-2021), ia dipercaya sebagai Direktur Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri AS, sekretaris eksekutif Komisi Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut, sekaligus penasihat senior Menteri Luar Negeri AS. Pengalaman ini membuatnya menjadi salah satu figur penting dalam kebijakan luar negeri, terutama terkait Timur Tengah dan keamanan global. (*)
Artikel Terkait
Viral Jokowi Dipanggil Joko Wikodo di Bloomberg New Economy Forum
Kursi Ketum PBNU Bergoyang, Sosok Pengganti Masih Misteri
Salam Social: jejaring sosial Muslim baru untuk Indonesia dan dunia
Pertimbangan Rois Syuriyah PBNU Minta Gus Yahya Mundur, Singgung Zionisme dan Pelanggaran Tata Kelola Keuangan