“Perguruan tinggi itu harus dapat diakses oleh masyarakat yang punya kemampuan akademik tinggi, baik dari yang kurang mampu maupun yang kaya atau yang mampu. Ini sudah kebijakannya,” tutur Tjitjik.
Untuk mewadahi semua itu, maka dalam penetapan UKT pemerintah mengatur adanya golongan UKT I dan UKT II. Di mana UKT I itu ada di angka Rp 500 ribu dan UKT II di angka Rp 1 juta. Menurut dia, pengaturan kedua golongan UKT itu dilakukan untuk menjamin masyarakat yang punya kemampuan akademik tinggi tapi secara ekonomi tidak mampu agar dapat mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas.
Minimal penerima golongan UKT I dan II pun sudah ditetapkan di dalam Peraturan Mendikbudristek sebesar 20 persen dari kuota mahasiswa. Untuk selebihnya, sebagai bentuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk gotong royong membiayai pendidikan tinggi, maka pendidikan tinggi diberikan otonomi kewenangan untuk menetapkan golongan UKT III dan seterusnya.
“Apakah bebas? Tidak. Ada batasannya. Batasannya apa? UKT tertinggi itu tidak boleh melebihi BKT. Kenapa UKT tertinggi tidak boleh melebihi BKT? Ya agar masyarakat itu tidak overpay terhadap kebutuhannya sendiri,” ucap dia.
Sumber: republikarepublika
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Mulai 1 Februari 2025, Elpiji 3 kg Tak Lagi Dijual di Pengecer
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Prihatin Soal Konflik PKB vs PBNU, Komunitas Ulama dan Nahdliyin Keluarkan 9 Rekomendasi
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!