NARASIBARU.COM - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Abdul Fickar Hadjar menyoroti sejumlah nama yang disebut-sebut menjadi pejabat sekaligus 'pemain' dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Sumber Monitorindonesia.com mengungkap bahwa pejabat BPK RI itu diduga auditor Utama Keuangan IV BPK RI, Syamsudin banyak terlibat dalam audit BPK, termasuk dinternal BPK sendiri dan di sejumlah kementerian.
Syamsudin diduga selain mengendalikan audit di Kementan juga di Kementerian Kehutanan. Disebutkan bahwa Kepala Subdirektorat Pemeriksaan IV.D.1 Ashari Budi Silvianto berperan sebagai Koordinator Lapangan di Kementerian Kehutanan (Kemhut).
Meskipun ia koordinator di Kemenhut, dia tetap di bawah pengendalian Syamsudin. Bahkan Ashari juga disebut kerap "menyetor" kepada Syamsudin. Tak hanya itu saja, mencuat juga nama Padang Pamungkas, Direktur Pemeriksaan IV.B yang menurut sumber tersebut berperan di Kementerian ESDM.
Selain Samsudin, Ashari dan Padang, sumber juga menyebut Kepala Subauditorat I.A.2 BPK RI Victor Daniel Siahaan yang tak kalah penting berperan dalam temuan BPK. Nama Victor juga sempat mencuat pada persidangan Syahrul Yasin Limpo pada Mei 2024 silam.
Bahwa dalam sidang terungkap bahwa adanya permintaan sejumlah uang untuk mengkondisikan hasil audit BPK. Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto yang ketika itu dihadirkan ke persidangan, mengungkap adanya permintaan duit Rp12 miliar dari Victor Daniel Siahaan.
Menurut Abdul Fickar hal itu sudah menjadi rahasia umum, maka sudah saatnya aparat penegak hukum (APH) turun tangan mengusutnya. "Itu rahasia umum, setiap Kementerian yang menjadi objek pemeriksaan BPK sebagai auditor negara menyetorkan sejumlah uang kepada para auditor atau pejabaat-pejabatnya," kata Abdul Fickar saat dihubungi Monitorindonesia.com dari Indonesia Timur melalui WhatsAap, Senin (11/8/2025).
Karena sudah menjadi sistemik, ungkapnya, sulit untuk memprosesnya secara hukum. "Karena para pihak (meski ada pemerasan) merasa tidak dirugikan, karena sama-sama merasa diuntungkan. Karena itu jika ada bukti memang terjadi kongkalingkong, maka penegak hukum baik KPK maupun Kejaksaan harus cepat bertindak, karena membiarkannya 'beternak' korupsi," jelas Abdul Fickar.
Jangan sampai, lanjut Abdul Fickar menegaskan, justru ada korupsi dalam penindakan korupsi. Abdul Fickar pun menyinggung soal pemeriksaan terhadap Menteri dalam sebuah kasus dugaan rasuah di Kejaksaan maupun di KPK yang nyaris tidak diteruskan kecuali mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong soal korupsi impor gula yang akhirnya mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
"Ingat beberapa pejabat instansi (para menteri yang diperiksa kejaksaan) hampir tidak ada yang diteruskan kecuali Tom Lembong, karena tidak adaptif (tidak bisa menyesuaikan diri) sehingga terus diproses peradilan walaupun terbukti tidak ada mens rea bahkan Tom Lembong tidak menerima apa-apa dari kebijakan yang dikeluarkannya," beber Abdul Fickar Hadjar.
Jadi, tegasnya, situasi korup dibirokrasi dan instassi instansi negara lainnya harus diakhiri. "Bisa dimulai dari penindakan terhadap oknum-oknum BPK dan oknum-oknum instansi pemeriksa lainnya," lanjutnya.
Di lain sisi, Abdul Fickar Hadjar mendorong Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) agar menelusuri transaksi keuangan oknum pejabat BPK RI tersebut. "Karena PPATK yang banyak memiliki data korupsi, kecuali uangnya tidak disimpan di bank seperti Zarof Ricar (mantan pejabat Mahkamah Agung)," tandasnya.
Sumber: monitor
Artikel Terkait
Abraham Samad Bakal Diperiksa Polisi Besok Lusa di Kasus Ijazah Jokowi
Roy Suryo Cs Mangkir Panggilan Polisi, Ini Alasannya
Berstatus Terpidana, Kubu Roy Suryo Ngamuk Tahu Silfester Matutina Komisaris BUMN: Kami Tak Ridho!
Daftar 44 Anggota Komisi XI DPR yang Diduga KPK Terima Dana CSR BI-OJK 2020-2023